Rabu, 20 Oktober 2010

Belajarlah Dari Matahari


Anakku, lihatlah matahari itu
Ia tidak pernah berhenti memberikan cahaya
Sekalipun orang-orang tidak mau memujinya
Tidak pernah memberikan penghargaan kepadanya
Ia tetap memberikan pencahayaan
Bayangkan, apa yang akan dialami bumi
Bila matahari tidak mau bercahaya

Anakku, janganlah kau putus asa
Karena besok pagi matahari itu akan terbit kembali
Songsonglah masa depan dengan semangat membara
Tanpa kenal lelah dan pudar
Karena dengannya kau akan menjadi mulia

Anakku, kau lihat matahari itu sangat tinggi
Tetapi ia masih mau membantu bumi
Karenanya, bila engkau kelak sedang di atas
Janganlah lupa kepada yang di bawah
Sebab kau akan semakin tinggi ketika kau selalu merendah

Anakku, matahari itu tidak lupa diri
Sekalipun ia sibuk memberikan cahaya kepada semesta
Ia juga memberikan cahaya pada dirinya
Karenanya janganlah kau menjadi seperti lilin
Yang rela membakar dirinya untuk pencahayaan
Tetapi jadilah seperti matahari
Yang memberikan cahaya bagi orang lain
Juga memberikan cahaya bagi dirinya sendiri.

Washington DC, 2010
dakwatuna.com

Maafkanku Yang Telah Membuatmu Menangis



Ku tak ingin ini terjadi di perjalanan hidup kita

Ku tak ingin dosa-dosa ini semakin hari semakin menenggelamkan kita

Mengahancurkan sendi-sendi keimanan yang telah kita bangun

Sementara hari kehari hanya kehinaan yang kita rasakan



Bidadariku…..

Engkaulah wanita mulia yang kukenal

Engkaulah wanita pertama yang mengisi kehidupanku seutuhnya

Engkaulah seharusnya Bidadari Syurga itu



Akan tetapi…..

Sungguh syaitan telah melenakan kita

Dosa dan kemaksiatan telah menghancurkan mimpi-mimpi kita

Hidup kita lebih hina dari binatang sekalipun

Dan lebih kotor dari kotoran manusia



Bidadariku……

Selagi ada nafas di tenggorokan kita

Selagi masih ada detak jantung di tubuh

Ku ingin menebus segala dosa yang pernah kita lakukan

Walaupun harus melepaskanmu

Walau harus merelakanmu bersama orang lain

Selama engkau dalam kemuliaan

Aku kan relakan semua itu

Biarlah semua kenangan bersamamu

Menjadi penebus dosa-dosa yang pernah kita lakukan

Karena sakit rasanya tidak bisa hidup bersamamu

Karena sakit rasanya mengenang masa-masa indah bersamamu



Bidadariku….

Sakit mengenang masa-masa bersamamu

Lebih sakit daripada seribu satu sayatan pedang ditubuhku

Sakit tak bisa hidup bersamamu

Lebih sakit daripada tubuhku lumpuh sekalipun

Ketika surat ini kutulis

Ku tak mampu lagi menahan air mata ini

Seribu satu kenangan bersamamu

Seolah menjadi tikaman pisau yang bertubi-tubi

Menusuk tubuhku



Bidadariku….

Maafkanku yang telah membuatmu menangis

Ku tahu ini menyakitkan

Tapi kita harus mengakhiri semuanya

Kita harus mengakhiri kebohongan-kebohongan ini

Kita harus mengakhiri kemunafikan kita

Kita harus mengakhiri dosa-dosa yang telah kita perbuat

Selagi nafas masih berhembus



Sungguh benar firman Alloh Ta’ala

Sungguh benar sabda Rosululloh SAW

Yang mengingatkan manusia untuk menjauhi zina

Sungguh terlaknat Syaitan yang terkutuk



Bidadariku…

Semoga Alloh Ta’ala masih mau mengampuni kita

Semoga Alloh Ta’ala masih mau membimbing kita

Menuju jalannya yang lurus



Bidadariku….

Inilah tangis yang selama ini kurasakan

Inilah sakit yang ingin aku utarakan kepadamu

Ku yakin engkaupun mengalaminya

Surat ini kubuat

Sebagai akhir dari hubungan kita

Hubungan tak berstatus yang selama ini kita lakukan

Semoga hati kita mampu menerimanya





Bidadariku…

Selamat menempuh hidup baru

Semoga kemuliaan islam selalu bersamamu

Semoga Ridho Alloh selalu mengiringi perjalanan hidupmu

Jika ada lelaki sholeh yang melamarmu

Terimalah……..

Dan semoga bisa menggantikanku

Dan melupakan semua kenangan bersamaku



Bidadariku…………………………..

Maafkanku yang telah membuatmu menangis…………….

Tapi tangis ini adalah tangis kebahagiaan

Sebagai seorang muslim sejati…..

Yang rindu akan Ridho Ilahi



Wassalamualaikum….

Jumat, 15 Oktober 2010

Ciri Manusia Yang Telah Berada Dalam Derajat Kemenangan dan Kebahagiaan

Tanda-tanda kebahagiaan dan kemenangan seorang mukmin adalah bila ia mampu mengelola dirinya agar senantiasa berada dalam tiga kondisi dibawah ini (Al-Imam Ibnul Qoyyim -rahimahullah- dalam kitabnya yang berjudul “Al-Waabil Ash-Shayyib) :



1. Apabila mendapat nikmat/ karunia maka ia bersyukur





Allah subhanahu wata’ala berfirman:Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah: 152)



Dan (ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih. (Ibrahim: 7)

Dan barangsiapa yang mendapat musibah maka yang wajib adalah bersabar dan bersyukur. Adapun bersabar maka telah jelas. Adapun bersyukur maka dengan memuji Allah dalam musibah itu. Karena Allah memiliki hak atas hamba berupa peribadatan kepada-Nya ketika mendapat musibah sebagaimana Ia juga memiliki hak untuk diibadahi ketika si hamba dalam kenikmatan.”





Orang yang bersyukur adalah – sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim : ” .. dan orang yang mengenali nikmat, mengenali Sang Pemberi nikmat itu, dan mengakuinya, ia tunduk kepada-Nya dan mencintai-Nya serta ridha kepada-Nya dan menggunakan kenikmatan itu dalam perkara yang Ia cintai dan ketaatan maka orang yang seperti inilah orang yang mensyukuri nikmat.”





2. Apabila mendapat cobaan maka ia bersabar





Ujian atau cobaan mencakup ujian yang berasal dari Allah subhanahu wata’ala secara langsung, seperti sakit, mati, kelaparan, dan sebagainya. Dan ujian yang Allah subhanahu wata’ala timpakan melalui tangan manusia, seperti celaan ketika melaksanakan sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, atau tantangan dari manusia ketika melaksanakan dakwah, dan sebagainya.





Bersabar di sini mencakup tiga macam sabar:

1. Bersabar dari kemaksiatan sehingga ia tidak melakukannya.

2. Bersabar di atas ketaatan sehingga ia menunaikannya.

3. Bersabar di atas musibah.



3. Apabila melakukan perbuatan dosa maka ia beristighfar (meminta ampun)



Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:Setiap anak hamba banyak melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman pasti kalian akan bahagia. (An-Nur: 31)



diringkas dari : http://www.assalafy.org/mahad/?p=257#more-257

Kisah Wanita Yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur’an


Berkata Abdullah bin Mubarak Rahimahullahu Ta’ala :Saya berangkat menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke makam Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam. Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh berpakaian yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak seraya mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.



Dalam dialog tersebut wanita tua itu , setiap kali menjawab pertanyaan Abdulah bin Mubarak, dijawab dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an. Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup memuaskan, karena tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.



Abdullah : “Assalamu’alaikum warahma wabarakaatuh.”Wanita tua : “Salaamun qoulan min robbi rohiim.” (QS. Yaasin : 58) (artinya : “Salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha Kasih”)Abdullah : “Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda berada di tempat ini?”

Wanita tua : “Wa man yudhlilillahu fa la hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf : 186 ) (“Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada petunjuk baginya”)Dengan jawaban ini, maka tahulah saya, bahwa ia tersesat jalan.



Abdullah : “Kemana anda hendak pergi?”Wanita tua : “Subhanalladzi asra bi ‘abdihi lailan minal masjidil haraami ilal masjidil aqsa.” (QS. Al-Isra’ : 1) (“Maha suci Allah yang telah menjalankan hambanya di waktu malam dari masjid haram ke masjid aqsa”)Dengan jawaban ini saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan hendak menuju ke masjidil Aqsa.Abdullah : “Sudah berapa lama anda berada di sini?”

Wanita tua : “Tsalatsa layaalin sawiyya” (QS. Maryam : 10) (“Selama tiga malam dalam keadaan sehat”)



Abdullah : “Apa yang anda makan selama dalam perjalanan?”Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79) (“Dialah pemberi aku makan dan minum”)Abdullah : “Dengan apa anda melakukan wudhu?”

Wanita tua : “Fa in lam tajidu maa-an fatayammamu sha’idan thoyyiban” (QS. Al-Maidah : 6) (“Bila tidak ada air bertayamum dengan tanah yang bersih”)



Abdulah : “Saya mempunyai sedikit makanan, apakah anda mau menikmatinya?”

Wanita tua : “Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-Baqarah : 187) (“Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam”)



Abdullah : “Sekarang bukan bulan Ramadhan, mengapa anda berpuasa?”

Wanita tua : “Wa man tathawwa’a khairon fa innallaaha syaakirun ‘aliim.” (QS. Al-Baqarah : 158) (“Barang siapa melakukan sunnah lebih baik”)



Abdullah : “Bukankah diperbolehkan berbuka ketika musafir?”

Wanita tua : “Wa an tashuumuu khoirun lakum in kuntum ta’lamuun.” (QS. Al-Baqarah : 184) (“Dan jika kamu puasa itu lebih utama, jika kamu mengetahui”)



Abdullah : “Mengapa anda tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan saya?”

Wanita tua : “Maa yalfidhu min qoulin illa ladaihi roqiibun ‘atiid.” (QS. Qaf : 18) (“Tiada satu ucapan yang diucapkan, kecuali padanya ada Raqib Atid”)



Abdullah : “Anda termasuk jenis manusia yang manakah, hingga bersikap seperti itu?”

Wanita tua : “Wa la taqfu ma laisa bihi ilmun. Inna sam’a wal bashoro wal fuaada, kullu ulaaika kaana ‘anhu mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36) (“Jangan kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dipertanggung jawabkan”)



Abdullah : “Saya telah berbuat salah, maafkan saya.”Wanita tua : “Laa tastriiba ‘alaikumul yauum, yaghfirullahu lakum.” (QS.Yusuf : 92) (“Pada hari ini tidak ada cercaan untuk kamu, Allah telah mengampuni kamu”)



Abdullah : “Bolehkah saya mengangkatmu untuk naik ke atas untaku ini untuk melanjutkan perjalanan, karena anda akan menjumpai kafilah yang di depan.”

Wanita tua : “Wa maa taf’alu min khoirin ya’lamhullah.” (QS Al-Baqoroh : 197) (“Barang siapa mengerjakan suatu kebaikan, Allah mengetahuinya”)Lalu wanita tua ini berpaling dari untaku, sambil berkata :

Wanita tua : “Qul lil mu’miniina yaghdudhu min abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30) (“Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan mereka”)Maka saya pun memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia mengendarai untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena unta itu terlalu tinggi baginya. Wanita itu berucap lagi.

Wanita tua : “Wa maa ashobakum min mushibatin fa bimaa kasabat aidiikum.” (QS. Asy-Syura’ 30) (“Apa saja yang menimpa kamu disebabkan perbuatanmu sendiri”)



Abdullah : “Sabarlah sebentar, saya akan mengikatnya terlebih dahulu.”Wanita tua : “Fa fahhamnaaha sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79) (“Maka kami telah memberi pemahaman pada nabi Sulaiman”)Selesai mengikat unta itu sayapun mempersilahkan wanita tua itu naik.Abdullah : “Silahkan naik sekarang.”

Wanita tua : “Subhaanalladzi sakhkhoro lana hadza wa ma kunna lahu muqriniin, wa inna ila robbinaa munqolibuun.” (QS. Az-Zukhruf : 13-14) (“Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada tuhan kami”)Sayapun segera memegang tali unta itu dan melarikannya dengan sangat kencang. Wanita tua itu berkata lagi.

Wanita tua : “Waqshid fi masyika waghdud min shoutik” (QS. Lukman : 19) (“Sederhanakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu”)Lalu jalannya unta itu saya perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair, Wanita tua itu berucap.

Wanita tua : “Faqraa-u maa tayassara minal qur’aan” (QS. Al- Muzammil : 20) (“Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur’an”)Abdullah : “Sungguh anda telah diberi kebaikan yang banyak.”Wanita tua : “Wa maa yadzdzakkaru illa uulul albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269) (“Dan tidaklah mengingat Allah itu kecuali orang yang berilmu”)Dalam perjalanan itu saya bertanya kepadanya.



Abdullah : “Apakah anda mempunyai suami?”

Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy ya-a in tubda lakum tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101) (“Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan menyusahkanmu”)Ketika berjumpa dengan kafilah di depan kami, saya bertanya kepadanya.



Abdullah : “Adakah orang anda berada dalam kafilah itu?”

Wanita tua : “Al-maalu wal banuuna zinatul hayatid dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46) (“Adapun harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia”)Baru saya mengerti bahwa ia juga mempunyai anak.



Abdullah : “Bagaimana keadaan mereka dalam perjalanan ini?”

Wanita tua : “Wa alaamatin wabin najmi hum yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16) (“Dengan tanda bintang-bintang mereka mengetahui petunjuk”)Dari jawaban ini dapat saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan ibadah haji mengikuti beberapa petunjuk. Kemudian bersama wanita tua ini saya menuju perkemahan.



Abdullah : “Adakah orang yang akan kenal atau keluarga dalam kemah ini?”

Wanita tua : “Wattakhodzallahu ibrohima khalilan” (QS. An-Nisa’ : 125) (“Kami jadikan ibrahim itu sebagai yang dikasihi”) “Wakallamahu musa takliima” (QS. An-Nisa’ : 146) (“Dan Allah berkata-kata kepada Musa”) “Ya yahya khudil kitaaba biquwwah” (QS. Maryam : 12) (“Wahai Yahya pelajarilah alkitab itu sungguh-sungguh”)Lalu saya memanggil nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah anak-anak muda yang bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti bulan yang baru muncul. Setelah tiga anak ini datang dan duduk dengan tenang maka berkatalah wanita itu.

Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku bi warikikum hadzihi ilal madiinati falyandzur ayyuha azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19) (“Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa makanan itu untukmu”)Maka salah seorang dari tiga anak ini pergi untuk membeli makanan, lalu menghidangkan di hadapanku, lalu perempuan tua itu berkata :

Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu hanii’an bima aslaftum fil ayyamil kholiyah” (QS. Al-Haqqah : 24) (“Makan dan minumlah kamu dengan sedap, sebab amal-amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah lalu”)Abdullah : “Makanlah kalian semuanya makanan ini. Aku belum akan memakannya sebelum kalian mengatakan padaku siapakah perempuan ini sebenarnya.”Ketiga anak muda ini secara serempak berkata :”Beliau adalah orang tua kami.



Selama empat puluh tahun beliau hanya berbicara mempergunakan ayat-ayat Al-Qur’an, hanya karena khawatir salah bicara.”Maha suci zat yang maha kuasa terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Akhirnya saya pun berucap :”Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’ Wallaahu dzul fadhlil adhiim.” (QS. Al-Hadid : 21) (“Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakinya, Allah adalah pemberi karunia yang besar”)



[Disarikan oleh: DHB Wicaksono, dari kitab Misi Suci Para Sufi, Sayyid Abubakar bin Muhammad Syatha,

ORANG-ORANG BAHAGIA

“Allah tidak menerima amal, kecuali amal yang dikerjakan dengan ikhlas karena Dia semata-mata dan dimaksudkan untuk mencari keridhaan-Nya” (HR. Ibnu Majah).

Setiap orang pasti ingin bahagia atau beruntung. Kebahagiaan dan keberuntungan itu dibahasakan oleh Rasulullah saw dengan kata thuuba yang artinya kebaikan yang banyak, beruntung atau bahagia. Dalam kehidupan masyarakat, orang yang bahagia seringkali dikonotasikan sebagai orang yang memiliki harta atau fasilitas hidup yang memadai. Namun Rasulullah saw menunjukkan kriteria lain dari orang yang bahagia. Melalui tulisan ini, akan kita bahas empat golongan orang yang termasuk orang yang bahagia dengan kebahagiaan yang sesungguh-sungguhnya :



1. Asing Dalam Keshalehan.



Menjadi shaleh merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan ini, karenanya para Nabi yang sudah tidak perlu kita ragukan keshalehannya masih saja berdo’a agar dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang yang shaleh.

Menjadi orang yang shaleh dengan selalu memegang prinsip kebenaran merupakan sesuatu yang terasa asing atau aneh di tengah-tengah masyarakat yang rusak. Nabi Muhammad saw pernah dituduh gila dan tukang sihir oleh masyarakatnya yang jahiliyah, pada zaman sekarang orang jujur dibilang bodoh dan orang benar dibilang ketinggalan zaman alias jadul (jaman dulu).

Meskipun demikian berbahagialah kita bila tetap dalam keadaan shaleh meskipun terasa asing bagi orang lain, hal ini karena keshalehan merupakan sesuatu yang amat mulia, Rasulullah saw bersabda: Berbahagialah orang-orang asing, Sahabat bertanya: siapakah orang yang asing itu Ya Rasulullah?. Jawab beliau: orang-orang shaleh ditengah orang-orang jahat yang banyak, yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka (HR. Ahmad).



Oleh karena itu dalam kehidupan masyarakat yang rusak, orang yang ingin memperoleh kebahagiaan yang hakiki memiliki pendirian yang kuat, ia tidak akan iarut dengan keadaan, ia bukanlah seperti bunglon yang mudah berubah warna karena pengaruh lingkungan, tapi ia seperti emas yang tetap emas, dimanapun ia berada.



Karenanya sikap dan pendiriannya dalam mempertahankan keshalehan amat jelas, Rasulullah saw bersabda. Janganlah kamu menjadi orang yang “ikut-ikutan” dengan mengatakan kalau orang lain berbuat kebaikan, kami pun akan berbuat baik dan kalau mereka berbuat zalim kami pun akan berbuat zalim. Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berprinsip, kalau orang lain berbuat kebaikan kami berbuat kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat kejahatan kami tidak akan melakukannya (HR. At-Tirmidzi)



2. Beriman Kepada Nabi Meski Tidak Menjumpainya.



Ketika seseorang beriman kepada Nabi Muhammad saw karena hidup pada masanya dan berjumpa dengan beliau, Jika itu merupakan sesuatu yang tidak terlalu istimewa, karena mereka memang melihat langsung peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan keimanan yang membuat mereka menjadi yakin akan kebenaran misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.



Karena itu keimanan kita kepada Nabi Muhammad saw menjadi amat istimewa dibanding keimanan para sahabat yang memang hidup dan berjumpa dengan beliau, hal ini karena kita yakin dan beriman kepada beliau, padahal kita tidak pernah melihat beliau. Keistimewaan ini bisa tujuh kali lebih baik dibanding beriman pada saat berjumpa dengan beliau. Inilah yang oleh Rasulullah saw dinyatakan sebagai kebahagiaan tersendiri sebagaimana disebutkan dalam sabdanya : Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku sekali. Dan Berbahagialah orang yang tidak melihatku dan beriman kepadaku, tujuh kali (HR. Ahmad, Bukhari, Ibnu Hibban dan Hakim).



Karena keimanan kepada Nabi Muhammad saw pada zaman sekarang ini sangat istimewa, maka berbagai cara dilalukan orang untuk menghambat keimanan itu, misalnya dengan menjelek-jelekan Nabi Muhammad saw agar kita menjadi ragu. Namun keyakinan ini tidak akan bergeser, bahkan semakin mantap bagi kita untuk meneladani kehidupan Rasulullah saw, karena memang Allah swt telah menjadikannya sebagai figur teladan yang abadi sebagaimana firman-Nya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hah kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. Al Ahzab)



3. Beramal Dengan Dasar llmu.



Setiap muslim amat dituntut untuk menuntut ilmu, bahkan menuntut ilmu itu tidak ada batas waktunya selama kita masih hidup sehingga tidak mengenal kata selesai dan kitapun tidak boleh merasa sudah banyak memiliki ilmu meskipun kata orang ilmu kita sudah banyak. Karena itu, keutamaan menuntut ilmu sangat besar dalam pandangan Allah swt dan Rasul-Nya, dalam satu hadits Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam rangka menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali (HR. Bukhari dan Muslim).

Sesudah ilmu didapat, maka seorang muslim harus beramal shaleh dengan ilmunya itu sehingga ia tidak ikut-ikutan dalam bersikap dan beramal, karena semua amal manusia akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah swt, karenanya menjadi kebahagiaan tersendiri bila kita bisa beramal shaleh dengan landasan ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan, Rasulullah saw bersabda : Berbahagialah orang yang beramal dengan ilmunya (HR. Bukhari).



4. Ikhlas



Secara harfiyah, Ikhlas berasal dari kata khalasho, yakhlushu, khuluushon yang berarti bersih tidak bercampur. Atau khaalishun yang berarti bersih-murni. Secara istilah, Qardhawi menyatakan ikhlash adalah menghendaki keridhaan Allah dalam beramal, membersihkannya dari noda individual dan duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal kecuali karena Allah dan akhirat. (DR. Yusuf Al Qardawi : Niat dan Ikhlas hal. 17).

Keikhlasan merupakan syarat untuk bisa diterimanya amal oleh Allah swt. Dalam suatu hadits, Rasulullah saw bersabda: Allah tidak menerima amal, kecuali amal yang dikerjakan dengan ikhlas karena Dia semata-mata dan dimaksudkan untuk mencari keridhaan-Nya (HR. Ibnu Majah).

Manakala keikhlasan bisa kita miliki dalam setiap amal, maka hat ini merupakan kebahagiaan tersendiri bagi kita, karena tidak ada manusia bisa menuduh negatif dari amal yang kita lakukan karena yang kita lakukan hanya karena Allah bukan karena kepentingan-kepentingan duniawi yang sesaat.



Apalagi dengan keikhlasan itu kita akan terus menerus melakukan kebaikan, baik sedikit maupun banyak orang yang melakukan, ia tidak terpengaruh oleh jumlah apalagi pujian atau celaan, inilah yang menjadi inspirasi bagi orang untuk beramal shaleh, Rasulullah saw bersabda: Berbahagialah orang-orang yang ikhlas, mereka adalah pelita-pelita hidayah yang menjadi terang dari mereka setiap fitnah yang gelap (HR. Abu Nu’aim).



Manakala kita ikhlas dalam beramal, maka amal yang berat sekalipun akan terasa ringan untuk dikerjakan, namun tanpa keikhlasan, amal yang sebenarnya ringanpun akan terasa menjadi berat yang membuat kita tidak antusias untuk melaksanakannya.

Kebahagiaan orang yang ikhlas semakin bertambah karena dengan keikhlasannya itu keimanannya menjadi semakin sempurna dan memiliki iman yang sempurna merupakan dambaan bagi setiap mukmin, Rasulullah saw bersabda : barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya (HR. Abu Daud).

Dengan demikian, kita menjadi orang yang bahagia bila menjalani hidup sebagaimana yang ditentukan Allah swt.



Sumber : Buletin Khairu Ummah Edisi 45 - Desember 2007



Manakala Allah membuka Hijab

oleh Nurassajati Purnama Allam

Assalamu alaikum wr.wb.

Bissmillah Alhandulillah.



Sahabat

Sebagaimana biasa disetiap pagi aku suka memandangi bunga dan tanaman yang ada dihalaman dan tanpa sengaja aku pun melihat Seekor kekupu yang Sangat lucu dan juga cantik sehingga tampak indah dipandang mata dan aku pun berkata dalam hati betapa Maha Sempurnanya Sang pencipta Allah Subhannahu wata alla yang telah menciptakannya.



Dan Setelah kita amati Ternyata hewan yang satu ini berasal dari ulat. Sedangkan Ulat adalah hewan yang dibenci oleh sebagian orang atau bahkan mungkin oleh semua orang, sedangkan kupu-kupu adalah binatang yang disukai oleh hampir semua orang.



Dari sini kita akan dapat melihat perbedaan yang sangat mencolok dari binatang ini ketika menjadi seekor ulat dan menjadi seekor kupu-kupu. lalu kenapa kupu-kupu yang semula ulat menjadi seekor hewan yang sangat indah dan cantik. Lalu bagaimana Jawabannya, tentu karena dia mempunyai fase yang sangat penting yaitu fase kepompong, dimana fase ini seekor kupu-kupu akan merubah dirinya yang sebelumnya hanya seekor ulat yang berubah menjadi seekor kupu-kupu yang cantik.



Begitu pun dengan manusia, Manusia ia mempunyai fase yang sangat penting seperti kupu-kupu, yaitu di Bulan Ramadhan. Jika saja dalam 11 bulan yang lalu kita menjadi seekor ulat yang tidak disukai oleh semua orang, karena berkelakuan kita yang tidak baik dan buruk .

Maka pada bulan Ramadhan kita berusaha menjadi baik laksana bagaikan kepompong. Kecuali bagi Sebagian Orang yang memang selalu memelihara dirinya dan selalu berusaha untuk memperbaiki dirinya, hingga menjadi Manusia yang baik dan Mulia. Laksana bagaikan kepompong yang berubah sehingga menjadi seekor kupu-kupu yang cantik.



Dan di Bulan Ramadhan inilah Manusia melaksanakan Saum guna untuk membersihkan diri.



Dengan artian bahwa yang sebelumnya kita bertingkah tidak baik, dan berlaku buruk sehingga menjadi baik dan hal ini tentunya hal ini merupakan perbuatan yang disukai oleh semua orang, dan menjadi seorang Manusia yang berhati Mulia dan mempunyai ahlak yang baik. Tentu saja hal itu setalah kita melewati fase yang penting yaitu sewaktu kita berusaha untuk memperbaiki diri dan hal itu pada umumnya dilakukan di Bulan Ramadhan.



Selain itu ada fenomena yang menarik dari binatang kupu-kupu ini ketika berada dikepompong. Setelah kepompong diteliti, ternyata didalam kepompong ulat melakukan gerakan kepala layaknya orang yang sedang berdzikir. Artinya ketika manusia berada pada bulan ramadhan haruslah membenahkan diri dan mensucikan hati dengan beribadah kepada Allah SWT, baik melalui hubungan yang bersifat vertikal maupun horizontal. Agar setelah buan ramadhan kita menjadi seekor kupu-kupu yang cantik dan disukai banyak orang.



Perjalanan kupu-kupu ketika hiduppun akan teratur dan terarah, artinya dia tidak akan semena-mena dalam melakukan sesuatu, ini terbukti bahwa seekor kupu-kupu pasti berkunjung ditempat-tempat yang indah dan tempat-tempat yang banyak sekali bunganya, dan kupu-kupu tak akan pernah hidup serta berkunjung ditempat yang kumuh. Tingkah laku ini pun patut untuk dicermati dan ditiru oleh manusia. Manusia pun harus seperti kupu-kupu yang mengunjungi tempat-tempat yang diridhoi oleh Allah SWT, dan tidak mengunjungi tempat yang akan membuat murka Allah SWT.



Bukan hanya itu saja, masih banyak lagi tingkah kupu-kupu yang sangat fenomena, salah satunya adalah ketika dia memakan sesuatu, kupu-kupu pasti memakan makanan yang baik, dia memakan makanan yang bersih dan bermanfaat seperti sari madu yang ada di bunga-bunga, bahkan disaat dia memakan sari madu bunga, bukannya merugikan bunga tersebut, tetapi malah akan bermanfaat bagi bunga tersebut dalam proses penyerbukan, berbeda halnya ketika kupu-kupu tersebut masih menjadi seekor ulat. Seekor ulat dia memakan dedaunan, dia bisa saja merusak keindahan pohon bahkan bisa saja berakibat fatal yaitu akan terjadi kematian pohon tersebut. Manusia juga demikian jika pada sebelum ramadhan yang hanya bisa nya menjadi benalu orang lain, tetapi sesudah ramadhan kita menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, karena manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.



Semua yang dicontohkan oleh kupu-kupu di atas, bisa dikatakan sebagai pesan Allah SWT. untuk para hambanya bagaimana dalam menjalani hidup ini. Oleh karena itu sudah selayaknya kita menjadi kepompong pada bulan ramadhan dan setelah bulan ramadhan kita akan menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah. Amin. 

A W A N

Di sebuah tempat nan jauh dari kota, tampak seorang pemuda bergegas menuju surau kecil. Wajahnya menampakkan kegelisahan dan kegamangan. Ia seperti mencari sesuatu di surau itu.



"Assalamu'alaikum, Guru!" ucapnya ke seorang tua yang terlihat sibuk menyapu ruangan surau. Spontan, pak tua itu menghentikan sibuknya. Ia menoleh ke si pemuda dan senyumnya pun mengembang. "Wa'alaikumussalam. Anakku. Mari masuk!" ucapnya sambil meletakkan sapu di sudut ruangan. Setelah itu, ia dan sang tamu pun duduk bersila.



"Ada apa, anakku?" ucapnya dengan senyum yang tak juga menguncup. "Guru. Aku diterima kerja di kota!" ungkap sang pemuda kemudian. "Syukurlah," timpal sang kakek bahagia. "Guru, kalau tidak keberatan, berikan aku petuah agar bisa berhasil!" ucap sang pemuda sambil menunduk. Ia pun menanti ucapan sang kakek di hadapannya.



"Anakku. Jadilah seperti air. Dan jangan ikuti jejak awan," untaian kalimat singkat meluncur tenang dari mulut si kakek. Sang pemuda belum bereaksi. Ia seperti berpikir keras memaknai kata-kata gurunya. Tapi, tak berhasil. "Maksud, Guru?" ucapnya kemudian.



"Anakku. Air mengajarkan kita untuk senantiasa merendah. Walau berasal dari tempat yang tinggi, ia selalu ingin ke bawah. Semakin besar, semakin banyak jumlahnya; air kian bersemangat untuk bergerak ke bawah. Ia selalu mencari celah untuk bisa mengaliri dunia di bawahnya," jelas sang kakek tenang. "Lalu dengan awan, Guru?" tanya si pemuda penasaran.



"Jangan sekali-kali seperti awan, anakku. Perhatikanlah! Awan berasal dari tempat yang rendah, tapi ingin cepat berada di tempat tinggi. Semakin ringan, semakin ia tidak berbobot; awan semakin ingin cepat meninggi," terang sang kakek begitu bijak. "Tapi anakku," tambahnya kemudian. "Ketinggian awan cuma jadi bahan permainan angin." Dan si pemuda pun tampak mengangguk pelan.



**



Seribu satu harap kerap dialamatkan buat para pegiat kebaikan. Mereka yang berharap adalah kaum lemah yang butuh perlindungan, kaum miskin yang menginginkan bantuan, dan masyarakat awam yang rindu bimbingan.



Rangkaian harap itu berujung pada satu titik: agar mutu baik para pegiat kebaikan tidak cuma berhenti pada diri si pelaku. Tapi, bisa mengalir ke kaum bawah: membasahi cekungan harap yang kian mengering, dan menghidupkan benih-benih hijau yang mulai menguning.



Sayangnya, tidak semua mutu pegiat kebaikan selalu seperti air yang mengalir dan terus mengalir menyegarkan kehidupan di bawahnya. Karena ada sebagian mereka yang justru sebaliknya, seperti awan yang kian menjauh meninggalkan bumi. Seolah ada yang ingin mereka ungkapkan: selamat tinggal dunia bawah; maaf, kami sedang asyik bercengkrama bersama angin. (mnuh)



(Eramuslim)

DI BALIK KEGAGALAN SELALU ADA HIKMAH



Sahabat, tak ada satu pun manusia yang menginginkan kegagalan, semua ingin sebaliknya. Tapi tak satupun manusia dapat menolak kegagalan, sebab ia hadir dalam setiap milio kehidupan. Kegagalan adalah ukuran-ukuran yang tak pernah baku takarannya. Setiap orang berbeda. Setiap zaman berbeda. Setiap tempat berbeda. Karenanya kegagalan selalu memilki makna yang berbeda…
Mengapa berbeda?

Sahabat, untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu memahami anatomi kegagalan. Kegagalan adalah persepsi. Persepsi yang timbul karena adanya gap antara harapan dan kenyataan. Tak peduli gap itu jauh atau tidak, tipis atau menganga, adanya gap itulah yang disebut kegagalan.

Karena kegagalan adalah persepsi, maka besarnya nilai kegagalan pada setiap orang tergantung persepsinya. Jika persepsi anda tentang sekolah adalah naik kelas, maka peristiwa tinggal kelas adalah musibah dan bencana. Tapi jika persepsi anda tentang sekolah adalah ilmu, maka persitiwa tinggal kelas hanyalah masalah waktu. Persitiwa yang sama, tetapi memiliki makna berbeda. Sebab lahir dari persepsi yang berbeda…

Nah sahabat! Dalam persepsi inilah terletak sebuah syubhat. Syubhat, sebab ada unsur ketidakpastian di dalamnya. Sesuatu yang kita persepsi baik untuk kita, belum tentu benar-benar baik untuk kita. Dan sesuatu yang kita persepsi buruk, belum tentu sungguh-sungguh buruk untuk kita. Dari sinilah kita mengenal hikmah.

Kegagalan yang menyebabkan kita tahu penyebabnya adalah hikmah…

Kegagalan yang mengingatkan kita pada keterbatasan diri adalah hikmah…

Kegagalan yang menyadarkan kita tentang kerendahan hati adalah hikmah…

Kegagalan yang menuntun kita pada jalan kesuksesan adalah hikmah…

Kegagalan yang menyelamatkan kita dari keterlanjuran adalah hikmah…

Kegagalan yang mengingatkan kita pada Tuhan, juga adalah hikmah…

Dibalik kegagalan, selalu ada hikmah…

Tapi sahabat, tidak semua orang mampu melihat hikmah. Mereka yang mata hatinya selalu tertutup dan pandangan hidupnya penuh prasangka tidak akan mampu melihat hikmah sebuah kegagalan. Bagi mereka kegagalan itu adalah musibah, bencana, bahkan mungkin azab. Sehingga kumpulan kegagalan yang dialami terus membebani seperti gunung yang terus bertambah. Hidup mereka suram, putus asa, penuh prasangka…

Tetapi bagi mereka yang mata hatinya selalu terbuka, kegagalan senantiasa memberikan jutaan ibrah. Kegagalan seperti rambu-rambu jalan yang menjadi penuntunnya menemukan rel yang sesungguhnya. Kegagalan menjadi pertanda semakin dekatnya pintu kesuksesan. Seperti ribuan kali kegagalan Alfa Edison mengantarkannya pada penemuan bola lampu yang menerangi dunia. Seperti juga ratusan kali kegagalan Kolonel Sanders mengantarkannya pada resep fried chicken yang menghipnotis lidah penduduk bumi.

Sahabat, mungkin saja kegagalan kita kali ini adalah pertanda semakin dekatnya tujuan. Mungkin saja kegagalan kita hari ini adalah cara Allah menyadarkan kita tentang celah-celah kekurangan yang mesti kita tambal. Mungkin saja kegagalan kita sekarang ini untuk menunjukkan kebocoran-kebocoran yang mesti kita tutupi, agar pejalanan menuju tujuan akhir lebih lapang. Semua ada hikmahnya. Dan hanya hati yang jernih dan pikiran terbuka mutiara hikmah dari kegagalan hari ini dapat kita temukan…

So, buka hati, jernihkan pikiran, dan maknailah kekalahan kita hari ini, sobat…