Jumat, 14 Oktober 2011

KESURUPAN dan Pengobatannya

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no.7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)

Fenomena kesurupan masih mengundang perdebatan hingga saat ini. Kalangan yang menolak, (lagi-lagi) masih menggunakan alasan klasik yakni “tidak bisa diterima akal”. Semoga, kajian berikut bisa membuka kesadaran kita bahwa syariat Islam sejatinya dibangun di atas dalil, bukan penilaian pribadi atau logika orang per orang.

Muqaddimah

Peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh manusia masih menjadi teka-teki bagi sebagian orang. Peristiwa yang lebih dikenal dengan istilah kesurupan atau kerasukan jin (baca: setan) ini acap kali menjadi polemik di tengah masyarakat kita yang heterogen.
Sehingga sekian persepsi bahkan kontroversi sikap pun meruak dan bermunculan ke permukaan. Ada yang membenarkan dan ada pula yang mengingkari. Bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai perkara dusta dan termasuk dari kesyirikan.

Para pembaca yang mulia, sebagai muslim sejati yang berupaya meniti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya, tentunya prinsip ‘berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbeda pendapat’ haruslah selalu dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kalam-Nya nan suci

:وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا

“Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (Ali ‘Imran: 103)Al-Imam Al-Qurthubi berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya (Al-Qur`an) dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya ketika terjadi perselisihan. Ia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al-Qur`an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalan…” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/105)

Demikianlah timbangan adil yang dijunjung tinggi oleh Islam. Berangkat dari sini, maka kami bermaksud menyajikan –di tengah-tengah anda– beberapa sajian ilmiah berupa keterangan atau fatwa dari Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan jin ini. Dengan harapan, ini bisa menjadi pelita dalam gelapnya permasalahan dan pembuka bagi cakrawala berpikir kita semua. Amiin ya Rabbal ‘Alamin…

Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: “Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang haus akan petunjuknya. Amma ba’du:

Pada bulan Sya’ban tahun 1407 H, sejumlah surat kabar lokal dan nasional telah memuat berita ada yang ringkas dan ada yang detail tentang masuk Islamnya sejumlah jin di hadapanku di kota Riyadh, yang sedang merasuki tubuh salah seorang wanita muslimah. Sebelumnya, jin tersebut telah mengumumkan keislamannya di hadapan saudara Abdullah bin Musyarraf Al-‘Amri, seorang penduduk kota Riyadh.

Setelah dibacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepada wanita yang kerasukan itu dan berdialog dengan jin itu serta mengingatkan bahwa perbuatannya itu merupakan dosa besar dan kedzaliman yang diharamkan, saudara Abdullah pun menyuruhnya agar keluar dari tubuh si wanita. Jin itu pun patuh, kemudian menyatakan keislamannya di hadapan saudara Abdullah ini.Abdullah dan para wali wanita itu ingin membawa si wanita kepadaku, agar aku turut menyaksikan keislaman jin tersebut. Mereka pun datang kepadaku.Aku menanyai jin tersebut tentang sebab-sebab dia masuk ke dalam tubuh si wanita. Dia pun menceritakan kepadaku beberapa faktor penyebabnya. Dia berbicara melalui mulut si wanita itu, akan tetapi suaranya adalah suara seorang laki-laki dan bukan suara wanita yang ketika itu sedang duduk di kursi bersama-sama dengan saudara laki-lakinya, saudara perempuannya, dan Abdullah bin Musyarraf yang tidak jauh dari tempat dudukku.Sebagian masyayikh (para ulama) pun menyaksikan kejadian ini dan mendengarkan secara langsung ucapan jin tersebut yang telah menyatakan keislamannya. Dia menjelaskan bahwa asalnya dari India dan beragama Budha. Aku pun menasehatinya dan berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memintanya keluar dari tubuh si wanita serta tidak menzaliminya. Dia pun menyambut ajakanku itu seraya mengatakan: “Aku merasa puas dengan agama Islam.”Aku wasiatkan pula kepadanya agar mengajak kaumnya untuk masuk Islam setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah. Dia menjanjikan hal itu, lalu ia pun keluar dari tubuh si wanita. Ucapan terakhir yang dia katakan ketika itu: “Assalamu’alaikum”. Setelah itu, barulah si wanita mulai berbicara dengan suara aslinya dan benar-benar merasakan kesembuhan serta kebugaran pada tubuhnya.Selang sebulan atau lebih, si wanita ini datang kembali kepadaku bersama dua saudara laki-laki, paman, dan saudarinya. Dia mengabarkan bahwa keadaannya sehat wal afiat dan syukur alhamdulillah jin itu tidak mendatanginya lagi. Aku bertanya kepada wanita tersebut tentang kondisinya saat kemasukan jin. Dia menjawab bahwa saat itu merasa selalu dihantui oleh pikiran-pikiran kotor yang bertentangan dengan syariat. Pikirannya selalu condong kepada agama Budha serta antusias untuk mempelajari buku-buku agama tersebut. Kini, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkannya dari gangguan jin tersebut, sirnalah berbagai pikiran yang menyimpang itu.Kemudian sampailah berita kepadaku bahwa Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi mengingkari peristiwa ini seraya menyatakan bahwa ini adalah penipuan dan kedustaan. Bisa jadi itu rekayasa rekaman yang dibawa oleh si wanita dan bukan dari ucapan jin sama sekali. (Seketika itu juga –pen.), kuminta kaset rekaman tentang dialogku dengan jin tersebut. Setelah kudengarkan secara seksama, aku pun yakin bahwa suara itu adalah suara jin. Sungguh aku sangat heran dengan pernyataan yang dilontarkan Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi, bahwa itu adalah rekayasa rekaman belaka. Karena aku berulang kali mengajukan pertanyaan kepada jin tersebut dan dia pun selalu menjawabnya. Bagaimana mungkin akal sehat bisa membenarkan adanya sebuah tape/alat rekam yang bisa ditanya dan bisa menjawab?! Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dan statement yang sulit untuk diterima.Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi juga menyatakan bahwa masuk Islamnya seorang jin oleh seorang manusia bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَََحَدٍ مِنْ بَعْدِي“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku.” (Shad: 35)Tidak diragukan lagi, pernyataan di atas merupakan kesalahan dan pemahaman yang keliru, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah.Masuk Islamnya seorang jin oleh manusia tidaklah menyelisihi doa Nabi Sulaiman (di atas). Karena sungguh telah banyak jin yang masuk Islam (dalam jumlah besar) melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahqaf dan Al-Jin.
Demikian pula telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِي فَشَّدَ عَلَيَّ لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَأَمْكَنَنِيَ اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوا فَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ {رَبِّ هَبْ لِيْ مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي}، فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِيًا. هَذَا لَفْظُ الْبُخَارِي“Sesungguhnya setan telah menampakkan diri di hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca: mengalahkannya), sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh, sebenarnya aku ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku’. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.” Demikianlah lafadz yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari. Adapun lafadz Al-Imam Muslim adalah sebagai berikut:إِنَّ عِفْرِيْتًا مِنَ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلاَةَ وَإِنَّ اللهَ أَمْكَنَنِيْ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِيْ سُلَيْمَانَ {رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي} فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِئًا.“Sesungguhnya ‘Ifrit dari kalangan jin telah menampakkan diri di hadapanku tadi malam untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca: mengalahkannya), sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh, sebenarnya aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga kalian semua dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku’. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.”Para pembaca yang budiman, peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh manusia hingga membuatnya kesurupan, telah ada keterangannya di dalam Kitabullah (Al-Qur`an), Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ (kesepakatan) umat ini. Maka tidak bisa dibenarkan bagi orang yang tergolong intelek (berpendidikan) untuk mengingkarinya tanpa berlandaskan ilmu dan petunjuk ilahi. Bahkan karena semata-mata taqlid kepada sebagian ahli bid’ah yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahul musta’an walaa haula walaa quwwata illa billah. Akan aku sajikan untuk anda –wahai pembaca– beberapa perkataan ahlul ilmi tentang masalah ini, insya Allah.Berikut ini pernyataan para mufassir (ahli tafsir) berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)-Al-Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata: “Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang kesurupan di dunia, yang mana setan merasukinya hingga menjadi gila (rusak akalnya).”-Al-Imam Al-Baghawi berkata tentang makna al-massu: “Yaitu gila/hilang akal. Seseorang disebut مَمْسُوْسٌ (gila/hilang akal) jika dia menjadi gila atau rusak akalnya.”-Al-Imam Ibnu Katsir berkata: “Orang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya, yaitu berdiri dalam keadaan sempoyongan. Shahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: ‘Seorang pemakan riba akan dibangkitkan (dari kuburnya) di hari kiamat dalam keadaan gila (rusak akalnya).’ (Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Abi Hatim). Seperti itu pula yang diriwayatkannya dari Auf bin Malik, Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Rabi’ bin Anas, Qatadah, dan Muqatil bin Hayyan (tentang ayat tersebut).”-Al-Imam Al-Qurthubi berkata: “Di dalam ayat ini terdapat argumen tentang rusaknya pendapat orang yang mengingkari adanya kesurupan jin. Juga argumen tentang rusaknya anggapan bahwa itu hanyalah proses alamiah yang terjadi pada tubuh manusia, serta rusaknya anggapan bahwa setan tidak dapat merasuki tubuh manusia.”Perkataan para ahli tafsir yang semakna dengan ini cukup banyak. Barangsiapa yang mencari, insya Allah akan mendapatkannya.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam kitabnya Idhah Ad-Dilalah Fi ‘Umumir Risalah Lits-tsaqalain yang terdapat dalam Majmu’ Fatawa (19/9-65), –setelah berbicara beberapa hal– berkata: “Oleh karena itu, sekelompok orang dari kalangan Mu’tazilah semacam Al-Jubba’i, Abu Bakr Ar-Razi, dan yang semisalnya, mengingkari peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan, namun tidak mengingkari adanya jin. Hal itu (menurut mereka) karena dalil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan tidak sejelas dalil yang menunjukkan tentang adanya jin, walaupun sesungguhnya (pendapat) mereka itu keliru. Karena itu, Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari menyebutkan dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jama’ah bahwasanya mereka (yakni Ahlus Sunnah) menyatakan: “Sesungguhnya jin itu dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.’ Permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang lebar pada tempatnya.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam Majmu’ Fatawa (24/276-277) juga mengatakan: “Keberadaan jin merupakan perkara yang benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan salaful ummah (para pendahulu umat ini) dan para ulamanya. Demikian pula masuknya jin ke dalam tubuh manusia, juga merupakan perkara yang benar sesuai dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)Di dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no. 7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.’Apa yang Al-Imam Ahmad katakan ini adalah perkara yang masyhur. Sangat mungkin seseorang yang mengalami kesurupan berbicara dengan sesuatu yang tidak dipahaminya. Ketika tubuhnya dipukul dengan keras pun ia tidak merasakannya. Padahal bila pukulan itu ditimpakan kepada unta jantan, niscaya akan kesakitan. Sebagaimana ia tidak menyadari pula apa yang diucapkannya. Seorang yang kesurupan, terkadang dapat menarik tubuh orang lain yang sehat. Dia juga dapat menarik alas duduk yang didudukinya, serta dapat memindahkan berbagai macam benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan sebagainya. Siapa saja yang menyaksikannya, niscaya meyakini bahwa yang berbicara melalui mulut orang yang kesurupan itu dan yang menggerakkan benda-benda tadi bukanlah diri orang yang kesurupan tersebut. Tidak ada para imam yang mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Barangsiapa mengklaim bahwa syariat ini telah mendustakan peristiwa tersebut berarti dia telah berdusta atas nama syariat. Dan sesungguhnya tidak ada dalil-dalil syar’i yang menafikannya.”-sekian nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad (4/66-69) berkata: “Kesurupan ada dua macam:1. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh jahat yang ada di muka bumi ini.2. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik yang amat buruk.Jenis kedua inilah yang dibahas oleh para dokter, berikut faktor penyebab dan cara pengobatannya.Adapun kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh jahat (di antaranya jin/setan, -pen), para pemuka dan ahli kedokteran juga mengakui eksistensinya. Menurut mereka, pengobatannya harus dengan roh-roh yang mulia lagi baik agar dapat melawan roh-roh yang jahat lagi jelek itu. Sehingga dapat mengatasi pengaruh-pengaruh buruknya, bahkan dapat membatalkan tindak kejahatannya.Keyakinan semacam ini telah dinyatakan oleh Buqrath (Hipocrates) dalam beberapa bukunya, berikut beberapa jenis pengobatan untuk kesurupan. Buqrath mengatakan: ‘Pengobatan ini hanya berfungsi untuk kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik dan masuknya zat-zat tertentu ke dalam tubuh. Sedangkan kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh-roh jahat (termasuk jin/setan), maka pengobatan di atas tidaklah bermanfaat.’Adapun sebagian dokter yang bodoh dan rendah –terlebih yang mengagungkan paham zandaqah (zindiq/kafir, tidak percaya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala)– mengingkari kesurupan. Mereka juga tidak mengakui adanya efek buruk roh-roh tersebut terhadap tubuh orang yang kesurupan. Mereka sesungguhnya telah dikuasai oleh kebodohan. Sebab menurut ilmu kedokteran sendiri, jenis kesurupan semacam ini benar-benar ada dan tidak ada alasan untuk mengingkarinya. Terlebih bila keberadaannya dapat dibuktikan pula oleh panca indra dan realita.Berkenaan dengan klaim para dokter tersebut bahwa kesurupan itu diakibatkan oleh gangguan fisik, memang bisa dibenarkan. Namun hal ini berlaku pada sebagian jenis kesurupan saja dan tidak secara keseluruhan.” –Hingga perkataan beliau–: “Kemudian datanglah para dokter dari kalangan zanadiqah yang tidak mengakui adanya kesurupan kecuali yang diakibatkan oleh gangguan fisik saja. Orang yang berakal dan mengetahui (hal ihwal) roh berikut gangguannya, akan tertawa melihat kebodohan dan lemahnya akal mereka (para dokter) itu.Untuk mengobati kesurupan jenis ini, perlu memperhatikan dua hal:1. Berkaitan dengan diri orang yang kesurupan itu sendiri.2. Berkaitan dengan orang yang mengobatinya.Adapun yang berkaitan dengan diri orang yang kesurupan itu sendiri, maka dengan kekuatan jiwanya dan kemantapannya dalam menghadap Pencipta roh-roh tersebut (yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala) serta kesungguhannya dalam meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang berpadu antara hati dan lisannya. Karena kondisinya ibarat pertempuran, yang mana seseorang tidak akan mampu menundukkan musuhnya dengan senjata yang dimilikinya kecuali bila terpenuhi dua hal: senjatanya benar-benar tajam, dan ayunan tangannya benar-benar kuat. Di saat kurang salah satunya, maka senjata itu pun kurang berfungsi. Lalu bagaimana jika tidak didapati kedua hal tersebut?! Di mana hatinya kosong dari tauhid, tawakkal, takwa, dan kemantapan dalam menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentu lebih dari itu, yakni dia tidak memiliki senjata.”Sedangkan yang berkaitan dengan orang yang mengobati, dia pun harus memiliki dua hal yang telah disebutkan di atas. Sampai-sampai (ketika kedua hal tersebut telah terpenuhi, -pent.) di antara orang yang mengobati itu ada yang cukup mengatakan (kepada jin/setan tersebut): ‘Keluarlah darinya!’ atau ‘Bismillah’ atau ‘Laa haula wala quwwata illa billah.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah mengatakan: ‘Keluarlah wahai musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala! Aku adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’Aku (Ibnul Qayyim, -pent.) pernah menyaksikan Syaikh kami (yakni Ibnu Taimiyyah, -pent.) mengutus seseorang kepada orang yang sedang kesurupan, untuk menyampaikan kepada roh (jin) yang ada pada diri orang yang kesurupan itu: “Syaikh menyuruhmu untuk keluar (dari tubuh orang ini), karena perbuatan itu tidak halal bagimu!” Seketika itu sadarlah orang yang kesurupan tersebut. Dan terkadang beliau menanganinya sendiri. Ada kalanya roh itu jahat, sehingga untuk mengusirnya pun harus dengan pukulan. Ketika orang yang kesurupan itu tersadar, dia tidak merasakan rasa sakit akibat pukulan tersebut.Sungguh kami dan yang lainnya sering kali menyaksikan beliau rahimahullahu melakukan pengobatan semacam itu.” –Hingga perkataan beliau–: “Secara garis besar, kesurupan jenis ini berikut pengobatannya tidaklah diingkari kecuali oleh orang yang minim ilmu, akal, dan pengetahuannya.Kebanyakan masuknya roh-roh jahat ini ke dalam tubuh seseorang disebabkan minimnya agama dan kosongnya hati serta lisan dari hakekat dzikir, permintaan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta pembentengan keimanan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga ketika ia tidak lagi memiliki senjata dan kosong sama sekali dari pembentengan diri, masuklah roh-roh jahat itu kepadanya.” -sekian nukilan dari Ibnul Qayyim-Dari beberapa dalil syar’i yang telah kami sebutkan dan juga ijma’ ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah tentang kemungkinan masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan), maka menjadi jelaslah bagi para pembaca akan batilnya pernyataan orang-orang yang mengingkari permasalahan ini. Menjadi jelas pula kekeliruan Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi dalam pengingkarannya tersebut. Dia berjanji untuk rujuk kepada kebenaran kapan pun tampak baginya. Maka dari itu, hendaknya dia kembali kepada kebenaran setelah membaca keterangan kami. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua.” (Dikutip dan diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masa`il Al-‘Ashriyyah min Fatawa ‘Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1586-1595)Penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahuSuatu hari Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ditanya: “Adakah dalil yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia?”Beliau menjawab: “Ya. Ada dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia.Dari Al-Qur`anul Karim, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Orang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya.”Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no.7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullahu dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jama’ah berkata: “Bahwasanya mereka yakni Ahlus Sunnah menyatakan: ‘Sesungguhnya jin dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan’.” Beliau berdalil dengan ayat (275 dari surat Al-Baqarah) di atas.Abdullah bin Al-Imam Ahmad rahimahumallahu berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.’Ada beberapa hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad dan Al-Baihaqi: “Bahwasanya seorang bocah gila didatangkan di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (kepada jin yang merasukinya, -pent) :Keluarlah wahai musuh Allah! Aku adalah Rasulullah.’ Maka sembuhlah bocah tersebut.” (Al-Musnad, no. 17098, 1713)Dari sini engkau dapat mengetahui bahwa permasalahan masuknya jin ke dalam tubuh manusia ada dalilnya dari Al-Qur`anul Karim dan juga dua dalil dari As-Sunnah.Inilah sesungguhnya pendapat Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan para imam dari kalangan as-salafush shalih. Realita pun membuktikannya. Walaupun demikian kami tidak mengingkari adanya penyebab lain bagi penyakit gila seperti lemahnya syaraf atau rusaknya jaringan otak, dll.” (Dikutip dan diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masa`il Al-‘Ashriyyah Min Fatawa ‘Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1563-1564)PenutupPembaca yang budiman, demikianlah sajian ilmu dari dua ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah jaman ini seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan jin (baca: setan), yang berpijak di atas dalil dari Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ para ulama terpercaya umat Islam. Adapun kesimpulannya, sebagai berikut:1. Keberadaan jin merupakan perkara yang benar menurut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan salaful ummah dan para ulamanya.2. Masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan/ kerasukan setan), benar pula adanya menurut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kesepakatan salaful ummah dan para ulamanya serta realita pun membuktikannya.3. Para pemuka dan ahli kedokteran pun mengakui adanya peristiwa kesurupan jin, sebagaimana keterangan Al-Imam Ibnul Qayyim di atas. Sehingga, barangsiapa mengklaim bahwasanya syariat ini telah mendustakan adanya kesurupan jin berarti dia telah berdusta atas nama syariat itu sendiri.4. Masuk Islamnya jin melalui seorang manusia, diperbolehkan dalam syariat Islam. Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَََحَدٍ مِنْ بَعْدِي“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku.”Wallahu a’lam.

Jumat, 07 Oktober 2011

Terapi Mabuk Asmara

MediaMuslim.Info – Walaupun efek yang ditimbulkan penyakit al-‘isyq sangat hebat dan sulit melepaskan diri dari jeratannya namun bukanlah suatu hal yang mustahil apabila penderitanya bisa sembuh dan selamat dari penyakit ini. Ibnul Jauzi rahimahulloh berkata: “Sesungguhnya obat itu mujarab bagi orang yang menerimanya. Adapun orang yang mencampuradukkannya niscaya obat itu tidak berguna baginya.” Maka orang yang benar-benar ingin sembuh, dia harus berupaya berobat. Namun jika tidak, niscaya penyakit akan tetap bercokol bahkan bisa jadi bertambah parah.

Berikut ini beberapa terapi yang dapat menyembuhkan dari mabuk asmara:

Ikhlas kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Jika seseorang yang terkena penyakit al-‘isyq benar-benar ikhlas dan menghadapkan wajahnya kepada Alloh dengan tulus, niscaya Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menolongnya dengan cara yang tiada pernah terlintas di hatinya. Dia akan menyingkirkan segala penghalang menuju jalan taubat.

Berdo’a.
Merendahkan diri kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, secara tulus menyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas, dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit.

Menahan pandangan.
Ketika seorang hamba menahan pandangannya maka hati turut menahan syahwat dan keinginannya.

Banyak berpikir dan berdzikir.
Hendaklah setiap orang senantiasa ingat bahwa seluruh perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban. Seharusnya ia berpikir bahwa perbincangan dengan kekasihnya akan ditanyakan nanti di hari kiamat. Hendaklah dia berpikir betapa malu dirinya kelak ketika Allah mencela perbuatannya.

Menjauh dari orang yang dicintainya.
Sebab memisahkan diri dan menjauh akan mengusir bayangan orang yang dicintai dalam hatinya. Hendaklah ia bersabar menanggung perpisahan beberapa saat walaupun sulit pada awalnya. Seiring dengan waktu, seluruh masalah akan menjadi mudah.

Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat.
Sebab mabuk cinta adalah karena kesibukan hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Tetapi ketika ia sibuk dengan hal-hal lain maka cintanya akan memudar, rindunya akan hilang dan akhirnya ia dapat melupakannya.

Menikah, sebab pernikahan itu mencukupi segalanya.
Penuh berkah dan menjadi solusi. Jika orang yang dicintainya adalah wanita yang mungkin dinikahinya maka hendaklah ia menikahinya. Jika sulit menikahinya hendaklah memohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk memudahkannya. Jika ia tak bisa menikahinya karena sebab-sebab tertentu, maka hendaklah ia bersabar dan memohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar diberi jalan keluar.

Menengok orang sakit.
Mengiringi jenazah, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya.

Senantiasa menghadiri majelis ilmu.
Duduk bersama orang-orang zuhud dan mendengar kisah-kisah orang shalih.

Memangkas habis ambisi.
Dengan cara membuang rasa putus asa disertai dengan keinginan keras untuk dapat menundukkan hawa nafsu.

Selalu konsisten menjaga sholat dengan sempurna.
Menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.

Menjaga kharisma.
Agar tidak jatuh kepada kedudukan yang hina dina, tidak jatuh dalam perbuatan yang tercela dan segala bentuk yang dapat menghalangi keutamaan. Orang-orang yang memiliki harga diri tidak pernah mau terikat menjadi budak sesuatu. Lihat saja, betapa hawa nafsu menyebabkan orang-orang mulia menjadi hina.

Menjaga kemuliaan diri, kesucian dan menjaga kehormatannya.
Hal ini akan membuat seseorang jauh dari perkara yang akan meruntuhkan harga dirinya ataupun yang akan menjatuhkan martabatnya.

Membayangkan cela yang terdapat pada diri orang yang dicintainya.
Ibnul Jauzi rahimahulloh berkata: “Sesungguhnya manusia penuh dengan najis dan kotoran. Dan orang yang dimabuk cinta melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Karena cinta, ia tidak dapat melihat aib kekasihnya. Sebab hakikat segala sesuatu dapat disingkap dengan timbangan yang adil. Sementara yang menjadi penguasa atas dirinya adalah hawa nafsu yang zhalim. Itu akan menutupi seluruh cela hingga akhirnya orang yang dilanda cinta melihat kekasihnya yang jelek menjadi jelita.”

Memikirkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya.
Baik ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa keinginannya atau ditinggal karena sudah bosan.

Memikirkan akibat perbuatannya.
Orang yang berakal adalah orang yang dapat menimbang apakah cintanya itu akan melahirkan kenikmatan ataukah kesengsaraan.

Meyakini Keutamaan Ujian Hidup.
Hendaknya orang yang ditimpa ujian seperti ini mengetahui bahwa ujian hidup merupakan sebab munculnya nilai keutamaan seseorang. Jika dia bersabar maka akan tampaklah keutamaannya, sempurnalah kemuliaannya dan derajatnya akan meningkat kepada level yang lebih tinggi.

Berpikir Kerugiannya.
Memikirkan betapa banyak hal-hal yang bermanfaat menjadi luput disebabkan menyibukkan diri dengan cinta seperti ini. Orang-orang yang mulia lebih mengutamakan santapan akalnya, walaupun tabi’atnya berusaha menggiringnya kepada syahwat jasmani.

Melihat konsisi para pemabuk cinta.
Bagaimana derita yang mereka tanggung. Bagaimana hidup mereka yang dikucilkan oleh masyarakat. Betapa berantakan segala urusan dunia dan akhirat mereka. Bandingkanlah orang-orang yang menghabiskan hidup untuk cinta buta dengan orang-orang yang memiliki cita-cita yang tinggi dan luhur dan keinginan yang kuat.

Demikanlah di antaranya obat-obat yang dapat menangkal dan menyembuhkan penyakit mabuk asmara. Seperti yang telah disebutkan di atas, semua obat ini tidak akan manjur bila yang melakukannya tidak berusaha dengan sungguh-sungguh ingin sembuh dari penyakitnya. Kita bermohon kepada Allah agar menjauhkan kita dari jalan-jalan kehancuran dan membimbing kita kepada kebaikan dunia dan akhirat. Wallahu a’lam

(Sumber Rujukan: Diringkas dari kitab Al-‘Isyq, Bila Hati Dimabuk Cinta karya Muhammad Ibrahim Al-Hamd. oleh Ghani)

Tatkala Hati Membeku..... ( by jiddan )

MediaMuslim.Info – Pernah nggak kita merenung?, sudah berapa kali kita pernah menangis karena takut pada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, merasa ngeri ketika ingat nerakanya atau terkenang dengan bertumpuk-tumpuknya dosa yang pernah kita lakukan? Sudah berapa kali shalat yang kita kerjakan begitu kita nikmati karena kita bisa merenungi makna-makna ayat-ayat Al-Qur’an yang kita baca?……….

Itu tentu sangat sulit!……. mungkin seperti itu jawaban sebagian dari kita. Pernah nggak kita berfikir apa yang menjadi sebab hal itu. Penyebabnya nggak lain adalah bekunya hati kita yang menyebabkan kita sulit untuk menangis serta tidak bisa khusuk dalam shalat.

Berikut ini adalah beberapa penyebab kebekuan hati yang kita alami. Sehingga kalau kita sudah mengetahui penyebabnya, kita bisa menterapi hati kita yang sudah terlanjur cool banget.

Bergaul yang tidak Berfaedah.
Teman punya pengaruh yang signifikan pada diri kita. Dia akan memberikan warna dalam kepribadian kita. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam memberi perumpamaan. Teman yang tidak baik itu seperti Pandai Besi, andai tidak terbakarpun, minimal kita, yang mau tidak mau pasti mendapatkan udara yang panas. Karena itu kita harus mampu mengendalikan diri dengan baik agar tidak terjebak dalam pergaulan yang tidak bermanfaat.

Berbicara Yang tidak Perlu.
Sering sekali kita membicarakan hal-hal yang kadang-kadang tidak ada manfaatnya, baik untuk dunia maupun akhirat kita. Hati-hati dengan lisan kita, salah omong urusannya berabe. Apakah kita lupa bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan lidah hany satu dan telinga ada dua, dengan tujuan yaitu supaya kita lebih banyak diam untuk mendengar daripada bicara.

Namun kita sangat sering melupakan hal ini apalagi kalau sedang asyik berbicara, kita lupa untuk mendengar. Jadi perlu pengendalian kata agar tidak percuma dan sia-sia. Karena itu kebisaan gossip mesti dikurangi dan dihilangkan…..!!!

Memandang Yang tidak Perlu.
Tidak mengatur pandangan yang kita lakukan akan menimbulkan tiga dampak negatif yaitu; Terkena panah Iblis yang beracun. Oleh karena itu Nabi menyatakan, yang artinya: “Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Alloh maka Alloh akan menggantinya dengan yang lebih baik” (HR: Ahmad). Setan masuk seiring pandangan untuk menyalakan api syahwat. Membuat hati lupa dan menyibukkannya sehingga terjerumus ke dalam mengikuti hawa nafsu dan kelalaian.

Berlebih-lebihan dalam Makan.
Imam Syafi’i rahimahulloh mengatakan: “Selama 16 tahun aku hanya pernah kenyang sekali saja, yang akhirnya kumuntahkan. Karena kenyang itu membuat badan terasa berat, hati menjadi keras, kepandaian menjadi hilang, menyebabkan ngantuk dan membuat orang loyo dalam beribadah”. (diwan Imam Syafi’I hal. 14). Sehingga makan itu sekedarnya saja, kalau bisa jangan sampai kekenyangan. Tidak sehat dan membuat malas.

Tidur yang Berlebihan.
Coba kita renungkan komentar Nabi shalallahu’alaihi wa salam tentang orang yang tidur satu malam penuh, bangun-bangun sudah pagi tanpa shalat malam “Itulah orang yang telinganya atau kedua telinganya dikencingi syetan.” (HR: Bukhari dan Muslim).

Menghina Ulama.
“Daging para ulama itu beracun”, demikian pesan para ulama kita. Terlebih lagi bila kita menghina dan menggunjingkan mereka karena karena ilmu syar’i yang mereka miliki. Jadi sebaiknya kita berhati-hati dalam hal ini.

Tidak Membaca Al Qur’an dengan Merenungi Maknanya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS: Muhammad: 24).

Orang yang tidak merenungi ayat – ayat Al Qur’an tidak hanya satu atau dua gembok yang mengunci hatinya? Bahkan dalam hati tersebut terdapat banyak gembok. Banyak kan!! Kira-kira ada berapa gembok di hati kita, kalo gitu.

Tidak Merenungi Kematian, Alam Kubur, Surga, dan Neraka.
Nabi memerintahkan kita untuk berziarah kubur, agar kita teringat akan akhirat. Nabi juga memerintahkan untuk banyak mengingat kematian yang merupakan penghancur kesenangan hidup (HR: Abu Daud). Mengapa? Karena mengingat mati adalah mesin penggerak untuk beramal shalih yang ada dalam diri orang beriman.

Tidak Mengkaji Kehidupan Umat Terdahulu Yang Sholeh (Sahabat dan 2 Generasi Setelahnya).
Mereka merupakan manusia terbaik yang dekat dengan masa kenabian. Seluruh keutamaan terkumpul dalam diri mereka. Lihatlah kekhusyua’an mereka dalam shalat, shalat malam mereka, shalat berjamaah mereka, bhakti mereka kepada orang tua, zuhud mereka, antusias mereka dalam mencari ilmu, dan sebagainya. “Siapakah kita dibandingkan mereka?,” Itulah kesimpulannya. Karena kurang mengetahui kehidupan mereka, maka hati kita jadi keras, sombong, ujub, udah merasa beramal dan berjasa besar terhadap Islam.

Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala cairkan hati-hati kita yang mulai membeku karena Dialah yang mengendalikan hati-hati hamba-Nya.

(Sumber Rujukan: Tazkiyatun Nufus, dll)

Sebuah Renungan Mengingat Kematian.

MediaMuslim.Info – Adakah orang yang mendebat kematian dan sakaratul maut? Adakah orang yang mendebat kubur dan azabnya? Adakah orang yang mampu menunda kematiannya dari waktu yang telah ditentukan? Mengapa manusia takabur padahal kelak akan dimakan ulat? Mengapa manusia melampaui batas padahal di dalam tanah kelak akan terbujur? Mengapa berandai-andai, padahal kita mengetahui kematian akan datang secara tiba-tiba?

“Sesungguhnya kematian adalah haq, pasti terjadi, tidak dapat disangkal lagi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19)

Adalah salah bila seseorang yang mengira bahwa kematian itu hanya ke-fana-an semata dan ketidak-adaan secara total yang tidak ada kehidupan, perhitungan, hari dikumpulkan, kebangkitan, surga atau neraka padanya!! Sebab andaikata demikian, tentulah tidak ada hikmah dari penciptaan dan wujud kita. Tentulah manusia semua sama saja setelah kematian dan dapat beristirahat lega; mukmin dan kafir sama, pembunuh dan terbunuh sama, si penzhalim dan yang terzhalimi sama, pelaku keta’atan dan maksiat sama, penzina dan si rajin shalat sama, pelaku perbuatan keji dan ahli takwa sama.

Pandangan tersebut hanyalah bersumber dari pemahaman kaum atheis yang mereka itu lebih buruk dari binatang sekali pun. Yang mengatakan seperti ini hanyalah orang yang telah tidak punya rasa malu dan menggelari dirinya sebagai orang yang bodoh dan ‘gila.’ (Baca: QS: At-Taghabun:7, QS: Yaasiin: 78-79)

Kematian adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan, kemudian ruh berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan seluruh lembaran amal ditutup, pintu taubat dan pemberian tempo pun terputus.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selama belum sekarat.” (HR: At-Turmu-dzi dan Ibn Majah, dishahihkan Al-Hakim dan Ibn Hibban)

Kematian Merupakan Musibah Paling Besar!!

Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Alloh Subhanahu Wa Ta’ala menamakannya dengan ‘musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang hamba ahli keta’atan didatangi maut, ia menyesal mengapa tidak menambah amalan shalihnya, sedangkan bila seorang hamba ahli maksiat didatangi maut, ia menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi, sehingga dapat bertaubat kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil dan tidak akan terjadi!! (Baca: QS: Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’minun: 99-100)

Ingatlah Penghancur Segala Kenikmatan!!

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar banyak mengingat kematian. Beliau bersabda, yang artinya: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)” (HR: At-Tirmidzi, hasan menurutnya). Imam Al-Qurthubi rahimahulloh berkata, “Para ulama kita mengatakan, ucapan beliau, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi padat, menghimpun makna peringatan dan amat mendalam penyampaian wejangannya. Sebab, orang yang benar-benar mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang dirasakannya saat itu, mencegahnya untuk bercita-cita mendapatkannya di masa yang akan datang serta membuatnya menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal itu masih memungkinkannya.

Namun jiwa yang beku dan hati yang lalai selalu memerlukan wejangan yang lebih lama dari para penyuluh dan untaian kata-kata yang meluluhkan sebab bila tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ali ‘Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”) sudah cukup bagi pendengar dan pemerhati-nya.!!”

Siapa Orang Yang Paling Cerdik?

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri)

Faedah Mengingat Kematian

Di antara faedah mengingat kematian adalah:

Mendorong diri untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya.

Memperpendek angan-angan untuk berlama-lama tinggal di dunia yang fana ini, karena panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian.

Menjauhkan diri dari cinta dunia dan rela dengan yang sedikit.

Menyugesti keinginan pada akhirat dan mengajak untuk berbuat ta’at.

Meringankan seorang hamba dalam menghadapi cobaan dunia.

Mencegah kerakusan dan ketamak-an terhadap kenikmatan duniawi.

Mendorong untuk bertaubat dan mengevaluasi kesalahan masa lalu.

Melunakkan hati, membuat mata menangis, memotivasi keinginan mempelajari agama dan mengusir keinginan hawa nafsu.

Mengajak bersikap rendah hati (tawadhu’), tidak sombong, dan berlaku zhalim.

Mendorong sikap toleransi, me-ma’afkan teman dan menerima alasan orang lain.

(Sumber Rujukan: Buletin berjudul Kafaa bilmauti Waa’izha, Dep. Ilmiah Darul Wathan)

Jumat, 12 Agustus 2011

SHOLAT MALAM dan WITIR

Tarawih merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah. Secara bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian perbuatan duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai shalat malam 4 rakaat disebut tarwihah; karena dengan duduk itu orang-orang bisa beristirahat setelah lama melaksanakan qiyam Ramadhan.

Menegakkan Shalat malam atau tahajud atau tarawih dan shalat witir di bulan Ramadhan merupakan amalan yang sunnah. Bahkan orang yang menegakkan malam Ramadhan dilandasi dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.

Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيـْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »

“Siapapun yang menegakkan bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Muslim 1266)

Pada asalnya shalat sunnah malam hari dan siang hari adalah satu kali salam setiap dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab:

« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »

“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang lain dikatakan:

« صَلاَةُ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ »

“Shalat malam hari dan siang hari itu dua rakaat – dua rakaat.” (HR Ibn Abi Syaibah) (At-Tamhiid, 5/251; Al-Hawadits, 140-143; Fathul Bari’ 4/250; Al-Muntaqo 4/49-51)

Maka jika ada dalil lain yang shahih yang menerangkan berbeda dengan tata cara yang asal (dasar) tersebut, maka kita mengikuti dalil yang shahih tersebut. Adapun jumlah rakaat shalat malam atau shalat tahajud atau shalat tarawih dan witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah lebih dari 11 atau 13 rakaat.

Shalat tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di masjid karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan hal yang sama walaupun hanya beberapa hari saja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, ia berkata:

“Kami melaksanakan qiyamul lail bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam 23 Ramadhan sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan sampai separuh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al-Hakim, Shahih)

Beserta sebuah Hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dia berkata:

Kami puasa tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (tarawih) hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam (tinggal 6 hari lagi – pent). Dan pada malam ke lima (tinggal 5 hari – pent) beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separuh malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’, maka beliau bersabda:

« مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ »

“Barang siapa shalat tarawih bersama imam sampai selesai maka ditulis baginya shalat malam semalam suntuk.”

Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapatkan falah. Saya (perowi) bertanya ‘apa itu falah?’ Dia (Abu Dzar) berkata ‘sahur’. (HR. Nasa’i, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad, Shahih)

Hadits itu secara gamblang dan tegas menjelaskan bahwa shalat berjamaah bersama imam dari awal sampai selesai itu sama dengan shalat sendirian semalam suntuk. Hadits tersebut juga sebagai dalil dianjurkannya shalat malam dengan berjamaah.

Bahkan diajurkan pula terhadap kaum perempuan untuk shalat tarawih secara berjamaah, hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu yaitu beliau memilih Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam untuk kaum lelaki dan memilih Sulaiman bin Abu Hatsmah radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam bagi kaum wanita.

Tata Cara Shalat Malam

Perlu kita ketahui bahwa tata cara shalat malam atau tarawih dan shalat witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ada beberapa macam. Dan tata cara tersebut sudah tercatat dalam buku-buku fikih dan hadits. Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua tata cara tersebut adalah hukumnya sunnah.

Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Kalau kita hanya memilih salah satu saja berarti kita mengamalkan satu sunnah dan mematikan sunnah yang lainnya. Kita juga tidak perlu membuat-buat tata cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengikuti tata cara yang tidak ada dalilnya.

Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
Kemudian shalat witir 1 rakaat.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani, beliau berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, Kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim)

Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2 rakaat sebelum shalat tarawih.

Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.

Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Setelah itu beliau shalat delapan rakaat dengan bersalam setiap 2 rakaat kemudian beliau melakukan shalat witir lima rakaat yang tidak melakukan salam kecuali pada rakaat yang kelima.”

Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.

Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يُصَلىِّ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَ هِيَ الَّتِي يَدْعُوْ النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلىَ الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ بَيْنَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam atau tarawih setelah shalat Isya’ – Manusia menyebutnya shalat Atamah – hingga fajar sebanyak 11 rakaat. Beliau melakukan salam setiap dua rakaat dan beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)

Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.

Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata:

مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ إِحْدَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam maka jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat.” (HR Muslim)

Tambahan: Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada larangan menyerupai shalat maghrib.

Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.

Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:

كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ (رواه مسلم)

“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)

Faedah, Hadits ini merupakan dalil atas:

Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.

Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.

Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

…ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَأَطَالَ فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدَ ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى نَفَغَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ سِتُّ رَكَعَاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يَشْتاَكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يَقْرَأُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ

“…Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.” (HR. Muslim)

Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur membatalkan wudhu

Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.

Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits no.5 beliau berkata: “Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Dan beliau melakukan shalat 2 rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau melakukannya pada tata cara yang pertama (dengan duduk). Sehingga jumlah seluruhnya 9 rakaat.” (HR. Muslim 1233)

Disunnahkan pada shalat witir membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Ikhlas pada rakaat yang kedua dan membaca surat al-Falaq atau an-Naas pada rakaat yang ketiga. Atau membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat yang kedua dan membaca al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.

Tata cara tersebut di atas semua benar. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti. Karena bila hanya memilih satu cara berarti menghidupkan satu sunnah tetapi mematikan sunnah yang lainnya. Bila melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin.

Adapun pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu Kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13 rakaat, 21 rakaat dan 23 rakaat. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah Umar radhiyallahu ‘anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah (sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah) karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini (shalat tarawih lebih dari 13 rakaat). Dalil tersebut telah disebutkan di atas ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »

“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)

Pada hadits tersebut jelas tidak disebutkan adanya batasan rakaat pada shalat malam baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir.

Para ulama berbeda sikap dalam menanggapi perbedaan jumlah rakaat tersebut. Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat tersebut dengan metode al-Jam’u bukan metode at-Tarjih (Metode tarjih adalah memilih dan memakai riwayat yang shahih serta meninggalkan riwayat yang lain atau dengan kata lain memilih satu pendapat dan meninggalkan pendapat yang lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat ini. Metode al-Jam’u adalah menggabungkan yaitu memakai semua riwayat tanpa meninggalkan dan memilih satu riwayat tertentu. Metode ini dipilih oleh jumhur ulama dalam permasalahan ini). Berikut ini beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u) tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”

Adapun kaum muslimin akhir jaman di saat ini khususnya di Indonesia adalah umat yang paling lemah. Kita shalat 11 rakaat (Paling sedikit) dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!!!

Doa Qunut dalam Shalat Witir

Doa qunut nafilah yakni doa qunut dalam shalat witir termasuk amalan sunnah yang banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya. Karena tidak mengetahuinya banyak kaum muslimin yang membid’ahkan imam yang membaca doa qunut witir. Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal ini berdasarkan hadits:

كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي رَكْعَةِ الْوِتْرِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)

يَجْعَلُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ

“Beliau membaca qunut itu sebelum ruku.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro, Ahmad, Thobroni, Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad shahih)

Adapun doa qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ atau boleh juga sebelum ruku’. Doa tersebut dibaca keras oleh imam dan diaminkan oleh para makmumnya. Dan boleh mengangkat tangan ketika membaca doa qunut tersebut.

Di antara doa qunut witir yang disyariatkan adalah:

« الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِناَ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَباَرِكْ لَناَ فِيْماَ أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ ماَ قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ »

Maraji’:

Shohih Muslim
Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.

Timika, 3 Ramadhan 1428 H

***

Penulis: R. Handanawirya (Alumni Ma’had Ilmi)
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar

PANDUAN SHOLAT

Berwudhu
Berwudhu
• Yang praktis dan mencukupi
• Yang sebaik-baiknya
• Hikmah-hikmahnya

Cara atau jalan untuk membina mental dan rohani sungguh banyak sekali. Jalan yang pasti ialah mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengekalkannya yang disebut sebagai ibadah. Salah satu mata rantai ibadah itu adalah Wudhu'.

Kegunaan Air Wudhu
• Untuk segala macam solat hukumnya wajib.
• Untuk Thawaf di Ka'bah, thawaf apa saja, hukumnya wajib.
• Sewaktu hendak membaca Al-Qur'an hukumnya sunnat
• Sewaktu hendak tidur atau lain-lain perbuatan yang baik, hukumnya sunnat

Alat Yang Dipakai
Alat yang dipakai ialah air. Meskipun demikian, air yang digunakan untuk berwudhu' adalah air yang suci lagi menyucikan (pengertiannya?), iaitu: Air hujan, Air Sumur, Air Sungai, Air Laut, Air dari mata Air, Air Telaga, Air Danau, Air Ais, Air Ledeng.

Cara-caranya
Berniat dalam hati bahawa berwudhu' untuk..., lalu:
• Membasuh muka dengan air (cukup sekali asalkan merata ke seluruh muka)
• Basuhlan tangan hingga sampai dengan kedua siku (cukup sekali asal merata).
• Sapulah sebahagian kepala, cukup sekali saja
• Basuhlan kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (cukup sekali asal merata).
Bila dikerjakan seperti di atas, maka wudhu' sudah sah.
Berwudhu' yang lebih sempurna
Bila ingin berwudhu' lebih sempurna, yakni sempurna lahiriah dan sempurna pula dalam ganjaran, maka kerjakanlah tabahan-tambahannya dengan cara sebagai berikut:
1. Mulailah dengan mengucapkan Bismillaahir rahmaanir rahiim...
2. Menghadaplah kearah kiblat
3. Usahakanlah berwudhu' dengan tidak meminta bantuan orang lain, seperti menimba, dan sebagainya.
4. Basuhlah jari-jari tangan dengan menyelat-nyelatinya. Dan bagi jari yang bercincin, jam atau perhiasan yang dipakai di jari-jari lainnya, bukalah perhiasan tersebut agar air dapat merata membasahi seluruh jari-jari.
5. Berkumur-kumur.
6. Masukkanlah air ke dalam hidung, lalu keluarkanlah kembali (istinsyaq).
7. Gosoklah gigi untuk menghilangkan sisa makanan dan bau mulut yang kurang sedap.
8. Mulailah dengan anggota wudhu'yang sebelah kanan.
9. Ulangilah masing-masing sampai tiga kali (3X).
10. Ratakanlah air hingga membasahi seluruh anggota wudhu'
11. Ketika menyapu kepala, ratakan seluruhnya (letakkan ibu jari samping kiri dan kanan kepala, lalu putarlah telapak tangan dari depan ke belakang, kemudian kembali ke depan (cukup sekali).
12. Basuhlah telinga dengan memasukkan telunjuk ke lubang telinga, ibu jari dibelakang telinga.
13. Bila selesai berwudhu', hadapkan muka ke arah kiblat dan berdoalah dengan membaca:
Asyhadu an laa ilaaha illalaahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuuluh, Allahummaj'alnii minat tawwaa biinaa waj'alnii minal mutathahhiriin.
Aku bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah hamba-Nya dan rasul-Nya. Ya allah , masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku masuk ke dalam golongan orang-orang yang suci.
14. Lakukanlah solat sunnat wudhu' dua raka'at.

Hal-hal yang Membatalkan Wudhu'
1. Keluar sesuatu dari "dua pintu" belakang seperti buang angin (kentut), buang air besar atau kecil, haid atau nifas, dan sebaganya.
2. Hilang akal (kerana sakit, mabuk, gila dan sebagainya) .
3. Bersetubuh.

Tayammum
"Manakala seorang muslim atau mukmin itu berwudhu, lalu ia membasuh mukanya, maka keluarlah dari mukanya itu semua dosa yang dilihat oleh matanya bersama air atau bersama titisan yang terakhir dari air. Manakala ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah (terusir) semua dosa yang tersentuh oleh kedua tangannya bersama air atau bersama-sama dengan titisan terakhir dari air. Manakala ia membasuh kedua kakinya, maka sirnalah semua dosa yang pernah dijalani oleh kakinya bersama air atau bersama titisan air yang terakhir, sehingga keluar (selesailah) dalam keadaan bersih dari dosa-dosa." (Hr Imam Muslim dari Abu Hurairah).
Air Wudhu

Wudhu merupakan salah satu ibadah yang khas yang dapat dipakai untuk solat, thawaf, hendak tidur, jalan keluar rumah, serta memelihara jiwa dan raga dari berbagai cacat.
Wudhu dengan air bersih dan murni bererti meniti kosmetik tradisional dan anti biotik alamiah, kerana itu, Islam tidak membenarkan berwudhu dengan air musta'mal (air bekas dipakai), air buah-buahan, akar-akaran atau air yang sudah berubah sifat-sifatnya (warna, rasa dan baunya). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahawa wudhu ialah membasuh muka, membasuh kedua tangan hingga dua siku, menyapu kepala, dan membasuh kaki hingga dua mata kaki yang diawali dengan niat dalam hati.
Almarhum Buya Hamka, melalui bukunya "Lembaga Hidup" menulis tentang wudhu sbb:
"Lima kali sekurang-kurangnya sehari semalam disuruh berwudhu dan solat. Dan meskipun wudhu belum lepas, sunnat pula memperbaharuinya. Oleh ahli tasawuf diterangkan pula hikmah wudhu itu. Mencuci muka, ertinya mencuci mata, hidung, mulut dan lidah, kalau-kalau tadinya berbuat dosa ketika melihat, berkata dan makan. Mencuci tangan dengan air, dalam hati dirasa seakan-akan membasuh tangan yang terlanjur berbuat salah. Membasuh kaki, dan lain-lain demikian pula. Mereka perbuat hikmat-hikmat itu, meskipun di dalam hadis dan dalil tidak bertemu, adalah supaya manusia jangan membersihkan lahirnya saja, padahal bathinnya masih tetap kotor. Hatinya masih khizit, loba, tamak, rakus, sehingga wudhunya lima kali sehari itu tidak berbekas diterima Allah, dan sembahyangnya tidak menjauhkan dari pada fahsya (keji) dan mungkar (dibenci)".
Penulis "Lembaga Hidup" sengaja merangkaikan keutamaan wudhu dengan masalah kesehatan badan dan kebersihannya, lalu dihubungkan dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w Tulisnya:
"Bukan kita hidup mencari puji, bukan pula supaya kita paling atas di dalam segala hal. Meskipun itu tidak kita cari, kalau kita menjaga kebersihan, kita akan dihormati orang juga". Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w: "Perbaguslah pakaianmu, perbaiki tunggangan (kenderaan) mu, sehingga kamu laksana sebutir tahi lalat di tengah-tengah pipi, di dalam pergaulan dengan orang banyak".
Allah s.w.t. menurunkan wahyu, memberi hidayah penuntun rohani dan jasmani agar keduanya tetap berfungsi dan terpelihara.
Rasulullah s.a.w bersabda:
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah pergi ke kuburan, lalu memberi salam : "Assalamu'alaikum Dara Qaumin (perkampungan orang mukmin) dan Insya Allah kami akan menyusul kemudian, saya ingin benar melihat-lihat saudaraku." Berkata sahabat: "Bukankah kami ini adalah saudaramu ya Rasulullah? "Ya, kamu adalah sahabatku, dan saudara-saudaraku yang belum datang kini." Sahabat kembali bertanya: "Bagaimanakah engkau dapat mengenal mereka yang belum datang kini dari ummatmu ya Rasulullah?" Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimana pendapatmu jika seorang mempunyai kuda belang putih muka dan kakinya, ditengah-tengah kuda yang semuanya hitam, tidakkah mudah mengenal kudanya?" Para sahabat menjawab : "Benar Ya Rasulullah." "Maka itu ummatku nanti kelak pada hari kiamat bercahaya muka dan kakinya sebagai bekas wudhu, dan saya akan membimbing mereka itu ke Haudh (Telaga Syafa'at)"
Cahaya, Kebersihan dan Kehidupan
Dalam air wudhu yang sakral terdapat cahaya, kebersihan dan kehidupan. Air bekas (mus'tamal) atau tersadur najis, akan menjadi sumber penyakit, buruk bagi fisik, kimia, maupun biologis. Islam pun melarang berwudhu dengan air yang demikian. Air sebagai keperluan vital kehidupan. Al-Qur'an memberi penjelasan bahawa kehidupan dimulai dari air, seperti disebutkan dalam firmannya:
"Dan kami telah menciptakan segala sesuatu yang hidup itu dari air, apakah mereka belum mau juga beriman?" (Al-Anbiya:30).

Hal-hal Yang Tidak Membatalkan Wudhu
Banyak sekali perbuatan yang dikira orang membatalkan wudhu, padahal tidak. Misalnya, seorang pekerja yang berpalitan dengan oli dan minyak, mengira air wudhunya sudah rosak dan wudhunya batal, padahal tidak; sementara yang dianggap remeh ternyata justru membatalkan wudhunya. Beberapa hal yang tidak membatalkan wudhu antara lain:
1. Bersentuhan antara pria dan wanita, sudah dewasa, tanpa lapis, selama tidak mengandung niat yang nafsu dan tak senonoh. Dalam suatu hadis disebutkan:
"Aisyah r.a. berkata: Suatu malam aku kehilangan Rasulullah s.a.w. dari tempat tidurku, maka terabalah oleh telapak tanganku pada kedua telapak kakinya yang keduanya dalam keadaan berdiri; dan Rasulullah s.a.w. sedang sujud sambil membaca: Allaahumma innii a'udzu biridhaaka, min sakhatika, wa a'uudzu bimu' aafaatika min uquubatika, wa a'uudzu bika minka laa uhshiitsanaa'an 'alaika anta kamaa atsnayta 'alaa nafsika." (HR Muslim dan At Turmuzy).
Yang erti doanya: "Ya Allah, aku berlindung dengan ridhaMu dari murkaMu, berlindung dibawah naunganMu; ringkasnya aku berlindung kepadaMu daripadaMu. Tiada terhitung puja-pujiku untukMu. Engkau sebagaimana pujianMu atas diriMu sendiri."
"Aku tidur dihadapan Rasulullah s.a.w., sedang kakiku berada di arah kiblat. Maka apabila Ia sujud, dirabanya aku dan dipegangnya kakiku". Sementara dalam lafazh yang lain disebutkan :"Maka jika ia akan sujud, kakiku, dirabanya". (HR Bukhary dan Muslim, sumber Aisyah)
2. Keluar darah dari tempat yang lazim, seperti luka, bukan dari qubul atau dubur.
3. Kerana muntah
4. Kerana makan minum. Seperti disebutkan dalam hadits nabi:
"Manimunah r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. telah makan di rumahnya dengan panggangan kambing, kemudian Rasulullah s.a.w. langsung solat tanpa memperbaharui wudhu." (HR Bukhary dan Muslim).
5. Terkena segala jenis najis atau kotoran lainnya. Najis tidak menghilangkan wudhu', hanya dia cukup dibersihkan saja.
6. Tersentuh kemaluan tanpa maksud yang lain. Seperti disebutkan dalam hadis:
"Bahawa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang orang yang menyentuh kemaluannya, apakah ia wajib berwudhu? Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak, dia adalah sebagian dari tubuhmu sendiri". (HR Lima Ahli Hadits)

Perosak Tayammum
Tayammum merupakan pengganti wudhu atau mandi. Kerana itu, ia boleh rosak atau batal apabila :
1. Langsung melihat air dan dapat menggunakannya (khusus bagi mereka yang bertayammum kerana tidak ada air).
2. Segala sesuatu yang membatalkan wudhu'.

Hal-hal lain yang perlu diketahui ialah:
1. Satu kali tayammum dapat digunakan untuk beberapa solat atau thawaf, baik yang wajib maupun yang sunat.
2. Apabila mendapatkan air, padahal solat sudah dikerjakan dengan tayammum, maka solatnya tidak perlu diulangi lagi.

Tatacara Shalat

Solat Wajib dan Praktiknya
• Syarat-syarat Sah Solat
• Praktik Solat
o Berdiri Tegak Lurus
o Takbiratul Ihram
o Do'a Iftitah
o Ta'awwudz
o Al Fatihah
o Ruku
o I'tidal
o Sujud Pertama
o Duduk di Antara dua sujud
o Sujud Kedua
o Berdiri Pada Rakaat Kedua
o Ruku di Rakaat Kedua
o Bangun dari Ruku
o Sujud Petama pada rakaat kedua
o Duduk diantara dua sujud di rakaat kedua
o Sujud Kedua pada rakaat kedua
o Duduk tahiyyat
o Memberi Salam

Syarat-syarat Sah Solat
Apabila kita sudah mempunyai air wudhu bererti kita sudah siap untuk mengerjakan solat. Kita boleh solat dimana saja asalkan di tempat suci. Suci disini maksudnya adalah tidak bernajis. Boleh menggunakan alas seperti sajadah atau apa saja yang bersih, sekalipun tidak memakai alas sama sekali, seperti di atas bumi. Meskipun demikian, yang penting dipersiapkan sebagai persyaratan shalat ialah:
1. Menutup aurat bagi lelaki iaitu antara pusat dengan lutut. Aurat wanita, seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan. Menutup aurat boleh dengan apa saja asal suci, tidak tembus pandang seperti plastik bening atau benda semacam lainnya.
2. Menghadap ke arah kiblat, yaitu Ka'bah di Makkah. Bila tidak memungkinkan, misalnya di atas kereta api, kapalterbang atau tak diketahui sama sekali, maka hadapkanlah wajah kita ke mana saja yang kita merasa condong bahawa itu adalah kiblat.
3. Harus mengetahui dengan yakin sudah berada dalam waktu solat yang hendak dikerjakan.
4. Yakin bahawa badan, pakaian, dan tempat solat suci dari najis.
5. Suci dari hadas besar dan hadas kecil.
________________________________________
Praktik Solat
Sesudah mempunyai air wudhu' dan siap untuk solat, maka kita segera dapat memulainya dengan urutan sebagai berikut.
Berdiri Tegak Lurus
Berdiri tegak lurus dengan menghadap ke arah kiblat, disertai dengan niat: "Aku solat...(zuhur, misalnya), wajib kerana Allah". "Usalli fardhu...(Zhuhrii), lillahii ta'ala"
________________________________________
Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram dilakukan dengan mengangkat kedua tangan sampai menyentuh telinga diiringi dengan membaca:
Allahhu Akbar (Allah Maha Besar) (1x)
Ucapan "Allahhu Akbar" disebut Takbiratul Ihram (hukumnya wajib) kemudian pada saat peralihan gerak atau sikap, sangat dianjurkan mengucapkan takbir "Allahhu Akbar". Yang perlu diperhatikan, apabila takbir dilakukan dalam keadaan berdiri, maka sebaiknya pengucapan takbir ini disertai dengan mengangkat kedua tangan seperti pada sikap takbiratul ihram. Dan apabila perpindahan gerak atau sikap terjadi dalam keadaan duduk, maka ucapan takbir tidak perlu disertai dengan mengangkat kedua tangan. Semua ucapan takbir dalam shalat hukumnya sunnat, kecuali takbir yang pertama yaitu takbiratul ihram.
________________________________________
Doa Iftitah
Selesai membaca takbiratul ihram, tangan langsung disedekapkan ke dada. Yang kanan menghimpit tangan kiri, pergelangan sejajar dengan pergelangan. Kemudian membaca doa iftitah (doa permulaan dan atau doa pembuka) yaitu:
Innii wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wamaa ana minal musyrikiin. Inna salaati wa nusukii wa mahyaayaa wa mamaatii lillaahi rabbil 'aalamiin. Laa syariikalahu wa bizdaalika umirtu wa ana minal muslimin.
Aku hadapkan wajahku kepada Allah yang menjadikan langit dan bumi, dengan keadaan suci lagi berserah diri; dan aku bukanlah dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku hanya semata-mata bagi Allah, Tuhan Semesta alam. Tidak ada sekutu baginya, demikian akau diperintahkan, dan aku adalah termasuk kedalam golongan orang-orang yang berserah diri.
Membaca do'a iftitah hukumnya sunnat. (Selain doa tersebut di atas, masih ada doa'a-do'a iftitah yang lain yang biasa juga dibaca oleh Rasulullah s.a.w.).
________________________________________
Ta'awwudz
Selesai membaca do'a iftitah, lalu membaca "ta'awwudz". Bacaan t'awwudz hukumnya sunnat. Lafazhnya yaitu:
A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim
Aku berlinding kepada Allah dari kejahatan setan yang terkutuk.
________________________________________
Al Fatihah
Seudah ta'awwudz, lalu membaca surah Al Fatihah. membaca surah Al Fatihah pada setiap rakaat solat (wajib/sunnah) hukumnya wajib.
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahi rabbil'aalamin Arahmaanirrahiim Maaliki yawmiddiin Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin Ihdinash shiraathal mustaqiim Shirathal ladziina an'amta alaihim gahiril maghdhuubi'alaihin waladh dhaalliin Aaamiin

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah yang memelihara sekalian Alam Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Yang merajai hari pembalasan Hanya kepada-Mu kami meyembah dan hanya kepada-Mu saja kami mohon pertolongan Tunjukilah kami jalan yang lurus Jalan mereka yang Engkau beri ni'mat, bukan jalan mereka yang engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Kabulkanlah permohonan kami,ya Allah!
Sesudah membaca Al Fatihah pada rakaat pertama dan kedua pada solat wajib, kita disunnatkan membaca surah-surah atau ayat yang lain. Pada rakaat selanjutnya yaitu ketiga dan/atau keempat, kita hanya diwajibkan membaca Al Fatihah saja, sedangkan pembacaan surah atau ayat lainnya tidak diwajibkan. Surah-surah atau ayat-ayat Al Quran yang diinginkan dapat saja kita pilih diantara sekian banyak surah dari Al Quran. Sebaiknya usahakanlah tetap membaca surah atau beberapa ayat Al Quran sesudah al Fatihah pada rakaat pertama dan kedua (pada solat wajib) misalnya:
Wal ashri innal insaana lafii khusrin illaladziina 'aamanu wa'amilus shaalihaati watawaashaw bil haqqi watawaashaw bis shabri (QS)
"Demi waktu. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh serta mereka yang berwasiat pada jalan kebenaran dan mereka yang berwasiat pada ketabahan."
________________________________________
Ruku
Di dalam ruku membaca :
1. Subhaana rabbiyal azhim (3x) ("Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung")
atau
2. Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika allaahummaghfirlii ("Maha suci Engkau ya Allah, ya Tuhan Kami, dengan memuji Engkau ya Allah, ampunilah aku")
*Boleh dipilih salah satu di antara kedua do'a tersebut.
________________________________________
I'tidal
I'tidal atau bangun dari ruku seraya mengangkat kedua tangan membaca:
Sami'allaahu liman hamidah. Rabaanaa walakal hamdu. (Maha mendengar Allah akan pujian orang yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, untuk-Mu lah segala puji.")
Bagi orang yang telah lancar bacaannya, maka pujian bangun dari ruku dapat diperpanjang dengan:
"Mil-ussamaawaati wa mil ul ardhi wa mil-umaa syi'ta min sya-in ba'du" (Untuk-Mu lah segala puji sepenuh langit dan bumi dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki.)
________________________________________
Sujud Pertama
Bacaan dalam sujud:
Subhaana rabbiyal a'la (3x) (Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi_
Atau boleh juga membaca pujian seperti pujian No. 2 dalam ruku yaitu:
Subhaanakallaahumma rabbanaa wa bihamdika Allaahummaghfirlii (Mahasuci Engkau ya Allah, ya Tuhan kami, dengan memuji Engkau ya Allah, ampunilah aku)
________________________________________
Duduk Diantara Dua Sujud
Ketika duduk diantara dua sujud membaca:
Allaahummaghfirlii, warhamnii, wajburnii, wahdinii, warzuqnii (Ya Allah, ampunilah hamba, kasihanilah hamba, cukupilah hamba, tunjukilah hamba, dan berilah hamba rizki.)
Atau boleh juga membaca:
Rabbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa'afinii, wa'fu'annii. (Wahai Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupilah aku, angkatlah derajatku, ber rizqilah aku, tunjukilah aku, sehatkanlah aku, dan maafkanlah segala kesalahanku.)
[ kembali ke atas ]
________________________________________
Sujud Kedua
Bacaan dalam sujud kedua, sama dengan bacaan dalam sujud pertama yaitu:
Subhaana rabbiyal a'la (3x)(Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi)
Bacaan-bacaan dalam ruku, i'tidal, sujud, dan ketika duduk diantara dua sujud dalam solat, semuanya sunat (tidak wajib) yang amat dianjurkan.
________________________________________
Berdiri Pada Rakaat Kedua
Sikap berdiri pada rakaat kedua sama dengan sikap berdiri pada rakaat pertama, yaitu dengan bersedekap tangan ke dada, yang kanan di atas yang kiri.
Mulai dengan membaca ta'awwudz:
A'uudzu billaahi minasy syaithaanirrajiim (Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan syaithan yang terkutuk.)
Kemudian diteruskan dengan membaca surah Al-Fatihah.
Sesudah membaca Al-Fatihah, kembali pada rakaat kedua ini dianjurkan untuk membaca pula satu surah atau beberapa surah atau ayat-ayat suci Al Quran. Kemudian kembali melakukan ruku.
________________________________________
Ruku di Rakaat Kedua
Sikap dan bacaan ruku di rakaat kedua ini sama dengan sikap dan bacaan pada ruku di rakaat pertama.
________________________________________
Bangun dari Ruku
Sama dengan I'tidal pada rakaat pertama, bangkit serta mengangkat kedua tangan seraya membaca do'a i'tidal.
________________________________________
Sujud Pertama pada Rakaat Kedua
Bacaan di dalam sujud ini sama dengan bacaan pada sujud di rakaat pertama.
________________________________________
Duduk Diantara Dua Sujud
Bacaan doa ketika duduk diantara dua sujud pada rakaat kedua sama dengan bacaan pada rakaat pertama.
________________________________________
Sujud Kedua Pada Rakaat Kedua
Sikap dan bacaan pada sujud kedua pada rakaat kedua sama juga dengan sikap dan bacaan pada sujud-sujud sebelumnya.
________________________________________
Duduk Tahiyyat
Sikap duduk pada tahiyyat pertama (Tawarruk, keadaannya sama ketika duduk antara dua sujud menduduki kaki kiri, sedang kaki kanan tegak dengan jarijari kaki menghadap kiblat). Lain dengan sikap duduk pada tahiyyat kedua atau tahiyyat akhir (ifti-rasy, kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari kaki menghadap ke arah kiblat).
Bacaan ketika tahiyyat ialah:
At tahiyyaatu lillaah, wash shalawaatu waththayibaatu
Semoga kehormatan untuk Allah, begitu pula segala do'a dan semua yang baik-baik.
Assalaamu'alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh
Salam sejahtera untukmu wahai para Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya.
Assalaamu'alainaa wa'ala ibaadillahis shaalihiin
Salam sejahtera untuk kami dan untuk para hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuuluh
Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya
Contoh di atas adalah praktek solat subuh 2 rakaat. Bila Anda solat Maghrib 3 rakaat, maka bacaan tahiyyat pertama rakaat kedua cukup samapai pada "Allaahumma shalli 'alaa Muhammad" dan akhir rakaat ketiga bacaan tahiyyat dibaca dengan sempurna samapi "hamiidun majiid". Setelah itu memberi salam.
Bila anda solat 4 rakaat, yaitu Zohur, Ashar, atau Isya, maka akhir rakaat kedua persis sama dengan akhir rakaat kedua solat Maghrib. Pada akhir rakaat ketiga, tak ada tahiyyat, dan pada akhir rakaat keempat barulah anda sempurnakan bacaan tahiyyat hingga "hamiidun majiid", lalu memberi salam sebagai akhir dari shalat.
Allaahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'alaa aali Muhammadin, kamaa shallaita 'alaa Ibraahim wa'alaa aali Ibrahim, wa baarik 'alaa Muhammadin, kama baarakta 'alaa Ibrahiima wa'alaa aali Ibraahima, fil 'aalamiina innaka hamiidun majiid.
Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan berilah berkat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi berkat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia.
________________________________________
Memberi Salam
Menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah selesai tahiyyat, anda memberi salam dengan membaca:
Assalaamu 'alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh (Salam sejahtera untukmu, rahmat Allah dan berkat-Nya.)
Sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
Perhatian:
Ketika membaca tasyahhud (asyhadu..) dalam tahiyyat, telunjuk kanan digerakkan ke atas bagai meyakinkan bahawa Allah itu hanya Esa.
Solat Jama & Qasar
Solat Jama

Yang dimaksud dengan solat Jama adalah penggabungan dua waktu solat dan dikerjakan dalam satu waktu, misalnya solat Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya.

Bila solat Zuhur dikerjakan bersama-sama dengan Ashar di waktu Ashar, maka dinamakan Jama Ta'khir. Sebaliknya bila solat Ashar dikerjakan bersama-sama dengan Zuhur di waktu Zuhur disebut Jama Taqdin. Demikian juga bila solat Maghrib dan Isya dikerjakan bersama-sama pada waktu Maghrib, ia disebut Jama Taqdim, sebaliknya solat Maghrib dengan Isya dikerjakan bersama-sama pada waktu Isya, ia dinamakan Jama Ta'khir.

Zuhur, Ashar, Isya dan Maghrib, rakaatnya tetap, 4,4,4, dan 3. Dalam solat Jama' baik yang taqdim maupun takhir, maka solat yang didahulukan mengerjakannya adalah solat yang lebih dulu waktunya. Jadi, bila selesai dengan shalat Zuhur, harus dilanjutkan dengan solat Ashar; begitu pula dengan solat Maghrib dan Isya.

Solat Jama boleh dikerjakan oleh orang-orang yang:
• Kerana dalam perjalanan atau musafir, iaitu sejak ia berangkat hingga kembali ke kampung
• Kerana sedang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat yang betul-betul sulit ditinggalkan.
• Ataupun sebab-sebab lain yang seseorang tidak mampu menunaikan solat tersebut tepat pada waktunya.
Harus ada niat dalam hati bahawa ia mengerjakan solat Jama'.

Shalat Qasar

Yang dimaksud dengan solat Qashar ialah mengerjakan solat yang empat rakaat menjadi 2 rakaat sahaja, yakni solat Zhuhur, Ashar, dan Isya. Dalam Al Quran disebutkan:
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu". (An Nisa 101).
Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud dari Yahya bin Mazid r.a. katanya:
"Saya telah bertanya kepada Anas tentang mengqashar shalat. Jawabnya: Rasulullah s.a.w. "Apabila ia berjalan jauh 3 mil atau 33 farskah (25,92 km), maka beliau solat dua rakaat"


Dalam keterangan lain disebutkan bahwa Umar r.a. bertanya kepada Rasulullah s.a.w. :"Apakah halnya kita, sedangkan kita telah aman".

Rasulullah s.a.w. menjawab: "Itu adalah sadakah yang diberikan Allah s.w.t. kepada kamu, maka terimalah sedekahnya itu" (HR Ja'la bin Umayyah)

Solat Qashar boleh dikerjakan oleh seseorang yang tengah berpergian (musafir) baik dalam keadaan aman, maupun dalam keadaan ketakutan; baik perjalanan wajib atau biasa, asalkan perjalanan yang bukan maksiat. Dalam perjalanan Haji, menuntut ilmu, berdagang, mengunjungi sahabat dan lain-lain, halal untuk
mengqasharkan solat.

Adapun solat qashar saja, maupun qasahar dan jama' yang dilakukan seseorang selama masa perjalanan, maka setelah ia tiba dirumah kembali, solatnya tidak perlu diulangi.

Seorang musafir, boleh mengerjakan jama' dan qashar sekaligus. Bila ingin mengerjakan jama, dan qashar, jika ingin azan, maka azannya cukup satu kali saja dan iqamahnya dua kali. Caranya, mula-mula azan, lalu iqamah dan solat. Bila telah selesai ia iqamah sekali lagi untuk solat berikutnya. Solat qashar adalah
bagian dari ketetapan agama Islam.

Boleh jama' di dalam negeri

"Telah berkata Ibnu Abbas: Rasulullah s.a.w. pernah sembahyang jama' antara Zuhur dan Ashar, dan antara Maghrib dan Isya, bukan diwaktu ketakutan dan bukan di dalam pelayaran (safa). Lantas ada orang bertanya kepada Ibnu Abbas: "Mengapa Rasulullah s.a.w. berbuat begitu? Ia menjawab: "Rasulullah s.a.w. berbuat begitu kerana tidak mahu memberatkan seorangpun daripada umatnya". (HR Imam Muslim)

Boleh Seketika, Tetapi Bukan Leluasa

Bila anda berpergian sebelum tergelincir matahari (yaitu sebelum Zuhur dan ternyata Zuhur tidak dapat dikerjakan pada waktunya kerana ada kerumitan atau halangan yang susah dielakkan), maka Zuhur dapat dikerjakan pada waktu Ashar, bersama-sama dengan solat Ashar. Bila anda keluar sesudah tergelincir matahari, yakni sudah dalam Zuhur, sedangkan anda sendiri memperkirakan tidak mungkin ada kesempatan untuk mengerjakan solat Ashar tepat pada waktunya, maka Ashar dapat anda kerjakan bersama-sama solat Zuhur di waktu Zuhur itu juga, demikian halnya dengan solat Maghrib dan Isya.

Yang Penting Niat


Bagi seorang yang betul-betul sibuk dengan tugas yang tidak dapat ditinggalkan (atau bila ditinggalkan dapat merosak), maka baginya ada keizinan/keringanan untuk mengerjakan solat jama' (Zuhur dengan Ashar di waktu Zuhur atau Zuhur dengan Ashar di waktu Ashar. Begitu juga Maghrib dengan Isya, sekali pun ia berada di dalam kota atau negeri. Tetapi, cara yang demikian bukanlah untuk dijadikan kebiasaan, namun dibenarkan bagi yang memang memerlukan, baik dalam solat atau diluar solat.
Pada waktu sujud dianjurkan membaca:

Sajada wajhiya lilladzii khalaqahu wasyaqqa sam'ahu wabasharahu bihawlihi waquwwatihi. (Aku bersujud kepada Allah yang menciptakannya, memberikan pendengaran dan penglihatan dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya)

Catatan:

Bila diluar solat, pembacaan ayat yang ditentukan melakukan sujud tilawah, maka pendengar (menyaksikan) dianjurkan ikut bersujud; bila mereka tidak ikut bersujud, maka tidak akan berdosa.

Bila dalam solat jamaah, Imam bersujud tilawah, maka makmum wajib ikut bersujud, bila makmum tidak bersujud, maka gugurlah kedudukannya sebagai anggota solat berjamaah.
Solat Berjamaah
Solat berjamaah adalah solat yang dilakukan secara bersama, dipimpin oleh yang ditunjuk sebagai imamnya. Solat-solat yang bisa dikerjakan berjamaah adalah:
1. Solat Lima Waktu: Subuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya
2. Solat Jum'at
3. Solat Tarawih
4. Solat Ied Fitri dan 'Idul Adha
5. Solat Jenazah
6. Solat Istisqa (Minta Hujan)
7. Solat Gerhana Bulan dan Matahari
8. Solat Witir

Cara Melakukan
Berniat dalam hati bahawa ia menjadi makmum atau iman. Adapun seseorang yang pada mulanya solat sendirian, kemudian ada orang lain yang mengikuti di belakangnya, baginya tidak dituntut sebagai imam.
Makmum tidak dibenarkan mendahului imam, baik tempat berdirinya maupun gerakannya selama solat berjama'ah berlangsung. Makmum diharuskan mengikuti sikap/gerak imam, tidak boleh terlambat apa lagi sampai tertinggal hingga dua rukun solat.
Apabila makmum menyalahi gerakan imam (sengaja tidak mengikutinya) maka putuslah arti jama'ah baginya; dan ia disebut mufarriq.
Antara imam dan makmum harus berada dalam satu tempat yang tidak terputus oleh sungai atau tembok mati kerana itu berjamaah melalui radio atau seumpamanya dalam jarak jauh, tidak memenuhi syarat berjamaah.
Imam hendaklah orang yang berdiri sendiri, bukan orang yang sedang makmum kepada orang lain. Selain itu, imam hendaklah seorang laki-laki. Perempuan hanya dibenarkan menjadi imam sesama perempuan dan anak-anak.
Solat berjamaah hukumnya sunnah muakkad yaitu sunnat yang sangat dianjurkan. Perbedaan nilai solat berjamaah, 27 kali lebih baik daripada solat sendirian (munfarid). Solat berjamaah paling sedikit adalah adanya seorang imam dan seorang makmum.

Bila seseorang terlambat mengikuti solat berjamaah, hendaklah ia segera melakukan takbiratul ihram, lalu berbuat mengikuti imam sebagaimana adanya. Bila imam sedang duduk, hendaklah ia duduk, bila iamam sedang sujud iapun harus sujud; demikian seterusnya. Apabila imam sudah memberi salam, hendaklah ia bangun kembali untuk menambah kekurangan raka'at yang tertinggal dan kerjakanlah hingga raka'atnya memenuhi.
Ukuran satu rakaat solat ialah ruku'. Bila seseorang mendapatkan imam ruku dan dapat mengikutinya dengan baik, maka ia mendapatkan satu rakaat bersama imam.
Rasulullah s a.w. bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mendatangi shalat, padahal imam sedang berada daam suatu sikap tertentu, maka hendaklah ia berbuat seperti apa yang sedang dilakukan oleh imam". (HR Turmudzi dan Ali r.a. )
Hikmah Berjamaah

Solat berjamah mengandung faedah dan manfaat yang bervariasi sesuai dengan kepentingan umat dan zaman. Melalui jamaah, silaturahmi antar umat, disiplin, dan berita-berita kebajikan dapan dikembangkan dan disebarkan luaskan.
Rasulullah s a.w. bersabda: Solat berjamaah itu lebih utama nilainya dari solat sendirian, sebanyak dua puluh tujuh derajat" (HR Bukhari dan Muslim).
Imam (Ikutan)

Imam adalah ikutan, demikian pengertiannya. Untuk menjadi seorang imam diperlukan beberapa persyaratan yang mengikat. Misalnya memiliki usia yang lebih tua atau dituakan, memiliki pengetahuan tentang Al Quran dan hadits Rasulullah s a.w., memiliki keindahan bacaan dengan ucapan yang fasih (kalau di zaman Rasulullah s a.w., peribadi-peribadi yang lebih dahulu hijrah diperhatikan untuk menjadi imam.
Kerana imam adalah ikutan, maka pemilihan pribadi amat diperhatikan. Pro dan kontra yang berlebihan atas seseorang imam kerana dosa besarnya yang menonjol, pasti akan membubarkan jamaah. Adapun dalam kesalahan umum, maka semua manusia tidak suci dari dosa. Seorang yang biasa menjadi imam, maka tidak ada salahnya untuk sewaktu-waktu ia berada di belakang imam yang lain. Walau dia sendiri mungkin lebih baik dari imam yang bersangkutan.
"Dari Abdullah bin Masud, dia berkata: Rasulullah s a.w. bersabda: "Menjadi Imam dari suatu kaum ialah mana yang lebih baik bacaan Al Qur'annya. Bila semuanya sama bagusnya, hendaklah imamkan mana yang paling alim (banyak tahu) akan sunnah Rasul. Kalau semuanya sama alim tentang sunnah Rasul, maka dahulukan mereka yang lebih dulu hijrah. Kalau mereka sama dahulu hijrah, maka iammkanlah mereka yang lebih tua usianya" (HR Imam Ahmad dan Muslim, dari Abdullah bin Mas'ud).
"Kalau mereka ada bertiga, hendaklah diimamkan seorang. Yang lebih berhak menjadi imam ialah yang lebih banyak bacan (tahu tentang bacaan Al Qur'annya)". (HR Imam Muslim, Ahmad dan Nasa'i dengan sumber Abi Said Al-Khudry).
"Tidaklah halal bagi seorang mukmin yang imam kepada Allah s.w.t. dan hari akhir yang mengimami sesuatu kaum kecuali atas izin kaum itu. Dan janganlah ia mengkhususkan satu do'a untuk dirinya sendiri dengan meninggalkan mereka. Kalau ia berbuat demikian, berkhianatlah ia kepada mereka". (HR Abu Daud dari Abu Hurairah)
Keadaan Shaf
Solat salah satu ibadah yang menghubungkan peribadi kepada Allah s.w.t., dan juga mengatur hubungan sesama manusia. Solat yang baik mendatangkan tamsil yang indah dan berguna.
Shaf yang baik akan menghemat tempat, merapikan barisan dan kesatuan jamaah serta mendatangkan nilai tambah bagi ibadah itu sendiri, bahkan menjadi cermin disiplin kehidupan dan pergaulan.
Rasulullah s a.w. bersabda: "Aturlah shaf-shaf kamu dan dapatkanlah jarak antaranya, ratakanlah dengan tengkuk-tengkuk". (HR Imam Abu Dawud dan An Nasa'i disahihkan Ibnu Hibban dari Anan).
Sering orang mengira bahawa shaf yang baik adalah shaf yang dilakukan secara santai-lapang. Tidaklah demikian sebenarnya.
Untuk Shaf yang Baru
Bila shaf terisi penuh, maka mulailah dengan shaf yang baru dari arah sebelah kanan. Bila yang terbelakang hanya seorang diri, maka usahakanlah ia dapat masuk shaf yang sudah ada; atau tariklah seorang anggota shaf yang ada untuk menemaninya (yang ditarik pasti mahu, andaikan ia mengerti tata tertibnya).
Shaf Kaum Wanita
Shaf kaum wanita sebaiknya terletak di belakang shaf kaum lelaki, sementara shaf anak-anak berada di tengah; demikian bila dimungkinkan. Bila tidak, shaf makmum lelaki dan wanita bisa diatur secara sejajar; atau mungkin tercampur sama sekali, bagaikan jamaah musim haji di masjidil Haram, Makkah. Shaf yang bercampur baur sebenarnya kurang baik, bahkan mudah mengandung fitnah; sementara solat itu sendiri mencegah kekejian dan kemungkaran, yang akan mendatangkan fitnah, apalagi jika melakukan solat.
Rasulullah s a.w. bersabda: "Sebaik-bauknya shaf kaum lelaki itu di depan, dan seburuk-buruknya ialah di bagian belakangnya, dan sebaik-baiknya shaf kaum wanita itu ialah pada bagian akhirnya dan sejelek-jeleknya ialah di bagian depannya". (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah).
Pengganti Imam
Bila solat berjamaah, sebaiknya orang yang di belakang imam adalah mereka yang merasa dirinya siap sebagai pengganti, bila tiba-tiba imam mendapat halangan, umpamanya batal, jatuh sakit, lupa ingatan, terlupa rukun dan sebagainya. Apabila seseorang solat di sebuah masjid di luar asuhan atau daerahnya sendiri, maka dia tidak boleh langsung bertindak menjadi imam, kecuali bila diminta. Mungkin saja disana sudah ada jadwal imam tetap. Begitu pula bila ia bertamu, kerana yang paling hak menjadi imam adalah tuan rumah sendiri, kecuali bila ia diminta.
Imam Yang Arif
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahawa Rasulullah s a.w. bersabda: "Manakala seseorang di antara kamu solat bersama-sama orang banyak, maka hendaklah ia meringankan (memendekkan) bacaan surat atau ayat-ayatnya. Mungkin ada diantara jamaah yang tidak tahan lama berdiri, ada yang sakit, atau ada yang sudah tua. Dan manakala seseorang dari kamu itu solat sendirian, maka silakan ia memanjangkan bacaan sekehendaknya". (HR Bukhari dan Muslim).
Khutbah dipendekkan dan solat diperpanjang, demikian petunjuk Rasulullah s a.w. Di pejabat, pekerja dibatasi oleh waktu, maka khutbah yang pendek sangat tepat dan bermanfaat. Khutbah yang seakan-akan cerita bersambung, membosankan, akhirnya jama'ah berbual dan mengantuk.

Ringkasan
• Kalau solat di rumah, maka tuan rumah lebih berhak menjadi imam, kecuali tuan rumah mempersilakannya.
• Orang yang bagus bacaan Al-Qurannya lebih diutamakan untuk menjadi imam.
• Bila solat telah berlangsung, mereka yang datang belakangan terus saja mengikuti imam yang sudah ada.
• Imam sedapatnya orang yang lebih disukai makmum, kerana iman itu dipilih untuk diikuti.
• Imam sahabat rawatib, sebaiknya oleh imam yang biasa ditetapkan, kecuali ada kesepakatan menunjuk orang lain sebagai imam.
• Imam yang fasih lebih utama, sebagai halnya seorang yang dituakan, baginya amat layak menjadi imam dalam solat.
• Imam itu bertanggung jawab atas makmumnya, kerana itu seorang imam harus tahu benar dengan kedudukannya.
• Orang makmum yang tepat berada di belakang imam, hendaklah seorang yang amat tahu dalam masalah ibadah yang sedang dilakukan. Mereka harus bertindak tepat pada saat imam batal, salah, lupa dan sebagainya. Bila perlu ia berhak menggatikan imam, sekalipun imam berkebaratan atau tidak tahu tentang kesalahannya.
• Seorang di belakang imam berlaku sebagai barometer, berhak meluruskan baris atau shaf di kanan dan kirinya.
• Apabila selesai solat, imam segera duduk mengarah ke jamaah. Sebaiknya imam berdzikir secara pelan dan kusyu, dan jamaahpun berdzikir atau berdoa sesuai kata hatinya; demikian yang terbaik.
• Bila imam berdoa, diaminkan atau tidak diaminkan, doa imam sudah membawa kepentingan jamaahnya.
Solat Sunnat Istikharah
Solat ini dilakukan untuk mendapatkan petunjuk, terutama bila seseorang dalam keraguan memutuskan mana yang terbaik diantara dua perkara yang diragukan.

Sebelum seseorang mengambil keputusan ia dianjurkan solat istikharah dua rakaat. Setelah selesai shalat, berdoa seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW:
Allaahumma inni astakhiiruka bi'ilmika , wa astaqdiruka biqudratika wa as aluka min fadhlikal azhiim. Fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wata'lamu wa laa a'lamu, wa anta allaamul ghuyuub.

Allaahumma inkunta ta'lamu anna haadzal amra khairun lii fii diinii wama'aasyii wa 'aaqibati amrii, 'aajili amrii wa aajilihi faqdurhu lii wa yassirhu lii tsumma baarikliifiihi. Wa inkunta ta'lamu anna haadzal amra syarrun lii fii diinii wa ma'aasyii wa 'aaqibatu amrii 'aajili amrii wa aajilihi fashrif annii washrifni 'anhu waqdur liyal khairahaytsu kaana tsumma ardhinii bihi, innaka 'alaa kulli syai-in qadiir

"Ya Allah, sesungguhnya aku mohon pilihan-Mu dengan ilmu-Mu, dan aku mohon kepastian kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, Engakau Maha Tahu dan Maha Mengetahui segala yang gaib.
Ya Allah, jika Engkau mengetahui urusan ini baik bagiku, untuk agamaku, untuk penghidupanku dan akhir kesudahannya kelak, maka takdirkanlah dia bagiku dan mudahkanlah dia bagiku, kemudian berilah dia berkah bagiku.
Dan apabila Engkau mengetahui pekerjaan itu buruk bagiku, untuk agamaku, untuk penghidupanku dan akhir kesudahannya kelak, maka singkirkanlah dia daripadaku dan hindarkanlah aku daripadanya. Takdirkanlah hal-hal yang baik bagiku dimana kebajikan itu berada, kemudian berilah aku menyenanginya"
Tata Cara Shalat Istikharah

Tata cara solat istikharah sama dengan solat subuh, Hanya niatnya saja yang berlainan, yaitu berniat solat istikharah. Bila mungkin laksanakan sesudah lewat tengah malam, setelah bangun tidur. Solat ini sangat peribadi sifatnya. Sebab itu harus dikerjakan sendirian. Solat ini tidak memakai azan atau iqamah.

Dalam berdoa sebaiknya menyebutkan permintaan yang ingin diberikan petunjuk oleh Allah s.w.t. misalnya: "Ya Allah, jika Engkau mengetahui urusan ini....(sebutkan namanya)"
Solat-solat Sunnat Lainnya
Solat Safar

Apabila seseorang hendak berpergian, sebelum meninggalkan rumah, ia dianjurkan mengerjakan solat safar dua rakaat; demikian pula sesudah tiba di rumah kembali.

Caranya sama dengan mengerjakan solat subuh, hanya niatnya berlainan, yaitu berniat solat safar sunnat kerana Allah s.w.t.. Selesai solat berdoalah agar perjalanan diridhai, dimudahkan dan diselamatkan Allah s.w.t. dalam perjalanan, baik pribadi, tugas maupun keluarga yang ditinggalkan.

Solat Tahiyatul Masjid

Bila seseorang masuk ke masjid, maka sebelum ia duduk atau melakukan sesuatu yang lain, lebih dulu dianjurkan mendirikan solat tahiyatul masjid (menghormati masjid) sebanyak dua rakaat. Caranya sama dengan solat sunnat yang lain, hanya niatnya saja yang berbeda.

Solat Dhuha

Solat Dhuha dilakukan pagi hari antara jam 6.30 hingga jam 11.00 . Bilangan rakaatnya sekurang-kurangnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya 8 rakaat. Caranya setiap dua rakaat, satu salam.

Solat Thuhur

Solat ini dikerjakan sesudah mengambil air wudhu. Kalau di masjid, sebaiknya dilakukan sesudah solat tahiyatul masjid. Caranya seperti mengerjakan solat sunnat yang lainnya.

Solat Intizhar

Solat Intizhar (solat menunggu atau sunat Mutlaq) dapat dikerjakan pada setiap saat; terlepas dari keterikatan seperti solat sunnat yang lain. Pada hari Jum'at menjelang khatib naik mimbar, atau pada kesempatan yang hampir serupa. Solat Intizhar tidak boleh dikerjakan lagi bila khatib sudah naik mimbar. Caranya seperti mengerjakan solat subuh juga, setiap dua rakaat satu kali salam. Boleh dikerjakan satu kali atau lebih.

Solat Syukur

Solat ini biasanya dikerjakan apabila setelah berhasil menaklukkan musuh, mengerjakan pekerjaan besar, memperoleh keuntungan besar, seperti lulus ujian dan sebagainya. Bilangan rakatnya boleh 2, 4, 6 atau 8 dan dikerjakan terus menerus dengan hanya satu kali salam pada rakaat terakhir.

Solat Sunnat Jum'at

Selesai solat Jum'at, kita dianjurkan melakukan solat empat rakaat atau dua rakaat, dengan niat solat sunat Jum'at.

Rasulullah s a.w. bersabda: "Apabila anda sudah selesai solat Jum'at maka hendaklah kamu solat sesudahnya empat rakaat" (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah)

Dalam hadits lain juga disabdakan:

"Bahwa Rasulullah s a.w. tidak mengerjakan solat sunnat sesudah Jum'at sehingga ia pulang ke rumahnya, maka beliau solat dua rakaat dirumahnya". (Hr Imam Muslim dan Ibnu Umar r.a.)
Solat Sunnat Istisqa (Minta Hujan)
Pada musim kemarau panjang, kita dianjurkan melakukan solat Istisqa (solat minta hujan). Seluruh anggota masyarakat, lelaki dan wanita, tua muda, anak-anak, dan orang tua lemah pun kalau perlu didukung dan diikutsertakan; berkumpul di satu kawasan lapang, semua berpakaian yang biasa dipakai kerja. Jama'ah dengan rendah hati, khusyu, dan bersungguh-sungguh mengharap ridha Allah s.w.t.

Khatib naik mimbar atau berdiri di tempat ketinggian, lalu memulai berkhutbah dengan puji-pujian kepada Allah s.w.t., dua kalimah syahadah dan shalawat kepada Rasulullah s a.w.. Kandungan khutbah mengajak umat bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t, lalu mengajukan permohonan kepada-Nya, semoga Dia menurunkan hujan. Sebaiknya beberapa hari menjelang solat istisqa dilakukan, pemuka umat sudah berbuat menasihati, menginsyafkan umat serta berpuasa bersama-sama selama empat hari berturut-turut dan mengajak berlumba-lumba membuat kebajikan.

Doa meminta hujan:
Alhamdulillahi rabbil aalamiim. Arrahmaanirrahiim.
Maalikiyaumiddiin. Laailaaha illallaahu ya'alu maa yuriid. Allaahumma antallaahu laa ilaahaa illallaahu antal ghaniiyyu wa nahnul fuqaraa-u anzil alainal ghaytsa waj al maa anzalta lanaa quwwatan wa balaaghan ilaahiin.

"Segala puji bagi Alah, pemelihara alam semesta. Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tuhan yang memiliki hari pembalasan. Tidak ada Tuhan selain Allah. Allah berwenang berbuat sekehendak-Nya.

Ya Allah, Engkaulah Tuhan, Tiada Tuhan selain Engkau yang Maha Kaya, dan kami berhajat kepada Engkau. Curahkanlah hujan kepada kami, dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan itu menjadi kekuatan bagi kami hingga masa-masa selanjutnya".
Lalu khatib menadahkan kedua tangannya ke langit seraya membalikkan diri, membelakangi jama'ah dan menghadap kearah kiblat, dengan segala kerendahan hati ia memohon kepada Allah s.w.t., sementara jamaah mengaminkannya. Kemudian khatib menghadap kembali kepada orang banyak, lalu turun dari mimbar untuk melakukan solat dua rakaat dengan para jamaah. Solat ini tidak memerlukan azan dan iqamah. Sebaiknya sesudah membaca Al Fatihah pada rakaat pertama, imam membaca surat Al A'la dan sesudah Al Fatihah pada rakaat kedua, imam membaca surah Al Ghasyiyah.
Shalat Sunnat Rawatib
Solat sunnat rawatib biasa juga disebut sunnat Qabliyah dan sunnat Ba'diyah. Dinamakan demikian kerana solat sunnat ini dilaksanakan sebelum dan sesudah solat wajib yang lima waktu, ia merupakan pendamping atau pelengkap bagi solat yang bersangkutan.

Sebelum Zuhur kita dianjurkan (disunnatkan) mengerjakan solat Qabliyah dua rakaat. Bila mungkin dan cukup waktu kerjakan dua rakaat lagi. Setelah selesai solat Zuhur, dianjurkan pula mengerjakan solat Ba'diyahnya dua rakaat, bila mungkin, kerjakan dua rakaat lagi. Jadi sunat rawatib bagi solat Zuhur; Qabliyah 2+2 dan Ba'diyah 2+2 rakaat.

Adapun solat sunnat rawatib bagi shalat Ashar, Qabliyah (sebelum Ashar) empat rakaat, sekurang-kurangnya dua rakaat (untuk Ashar tidak ada rawatib Ba'diyahnya). Untuk solat Maghrib kita boleh melakukan solat sunnat Rawatib Ba'diyah sebanyak dua rakaat (Maghrib tidak ada Rawatib Qabliyahnya).

Untuk Isya, dua rakaat Qabliyah dan dua rakaat Ba'diyah. Adapun untuk solat Shubuh, hanya ada dua rakaat sebelumnya (Qabliyah).
Cara mengerjakan solat sunnat rawatib ini sama halnya dengan cara mengerjakan solat Subuh, hanya niatnya yang berbeda. Untuk solat rawatib Zuhur, berniat mengerjakan solat sunnat rawatib Qabliyah atau Ba'diyah dan dikerjakan dengan cara sendiri-sendiri (Munfarid, tidak berjamaah).
Solat Sunnat Tahajjud dan Witir
Solat Tahajjud ialah solat malam, atau biasa disebut Shalatul Lail. Waktunya lewat tengah malam, dan sebaiknya dikerjakan setelah tidur terlebih dahulu. Bilangan rakaatnya sebelas rakaat; yakni 8 rakaat + 3 rakaat sunnat witir.
• Tahajjud dapat dikerjakan 2x4 rakaat, yaitu setiap 4 rakaat 1 salam, lalu ditambah dengan witir 3 rakaat 1 salam.
• Atau dengan cara 4x2 rakaat, yaitu setiap 2 rakaat 1 salam, lalu ditambah dengan 3 rakaat witir 1 kali salam.
Ayat-ayat yang dibaca sesudah Al Fatihah boleh dipilih sendiri. Biasanya ayat-ayat yang dipahami maknanya akan lebih berkesan dan mudah dihafal. Bagi yang belum hafal, dapat membaca pada rakaat pertama surat Al Ashar serta Al Kautsar; atau ayat-ayat pendek lainnya.

Melalui solat malam, seseorang dapat meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah s.w.t..

Firman Allah s.w.t.:

"Dan pada sebagian malam tahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji". (Al Isra : 79).

Solat Witir

Witir artinya ganjil. Dinamakan Solat Witir, kerana bilangan rakaatnya yang selalu ganjil; yaitu boleh 1 rakaat, 3, 5, 7, 9 atau 11 rakaat. Boleh dikerjakan dua-dua, terakhir 3 rakaat 1 tahiyyat 1 salam.

Solat witir dilakukan setelah solat Isya hingga menjelang fajar (shubuh). Ia dapat dikerjakan sebagai pelengkap solat Tahajjud atau solat Tarawih; ia layaknya sebagai penutup segala solat yang dilakukan hingga menjelang Subuh. Misalnya seseorang yang memperkirakan peribadinya tak akan terbangun mengerjakan solat Tahajjud lagi, maka ia dapat mengerjakan solat witir langsung sesudah mengerjakan solat Isya. Pada setiap rakaat solat witir, selain membaca Al Fatihah kita dapat pula memilih beberapa ayat atau salah satu dari Al Quran.
Solat Tarawih
Solat Tarawih dalam bulan Ramadhan ialah solat Tahajjud atau shalatul lail yang dilakukan pada malam-malam bulan lainnya. Sesudah membaca Al Fatihah pada setiap rakaat, lalu membaca ayat-ayat atau surah dari Al Quran . Bilangan rakaat shalat Tarawih sesuai sunnah Rasulullah s a.w. ialah 11 rakaat; terdiri dari 8 rakaat solat Tarawih dan 3 rakaat solat Witir. Sementara Umar bin Khatab r.a. mengerjakannya 20 rakaat dengan ditambah witir 3 rakaat. Solat tarawih termasuk sunnah muakkad, boleh dikerjakan dengan berjamaah boleh juga sendiri.

Menurut pendapat Al Ghazali, dalam bukunya "Rahasia-rahasia Shalat", walaupun dapat dikerjalan sendiri tanpa berjamaah, solat Tarawih yang dilakukan secara berjama'ah lebih afdhal, sama seperti pendapat Umar r.a., mengingat bahawa sebagian solat nawafil telah disyariatkan dalam jama'ah, maka yang ini pun pantas dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Sedangkan alasan kekhawatiran timbulnya riya bila berjamaah, atau pun kemalasan bila sendirian, sudah jelas menyimpnag dari tujuan keutamaan berkumpul dalam suatu jama'ah. Barangkali, orang yang berpegang pada alasan tersebut ingin berkata bahawa melakukan solat lebih baik daripada meninggalkannya kerana malas, dan bahawa kemalasan (bila sendirian) lebih baik daripada riya (jika solat jamaah). Demikian menurut Al Gazhali.

Cara Mengerjakan

2x4 rakaat + Witir, yaitu setiap 4 rakaat 1 kali salam, ditambah dengan witir 3 rakaat 1 kali salam.

4x2 rakaat + 3 rakaat witir, yaitu setiap 2 rakaat 1 kali salam, ditambah dengan witir 3 rakaat 1 kali salam.

Waktu solat Tarawih ialah sejak selesai solat Isya hingga terbit fajar
Solat Ied (Idul Fitri)
Islam memiliki dua hari raya iaitu Hari raya Fitri 1 Syawal dan Ied Adha 10 Dzulhijjah (Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji).

Cara mengerjakannya hampir sama dengan solat Jum'at yaitu dua rakaat. Bedanya, pada solat Ied, takbir awal pada rakaat pertama sebanyak 7 kali, dan takbir pada rakaat kedua sebanyak 5 kali, dan khutbah Ied dilakukan sesudah shalat.

Solat Ied & Idul Adha :

• Sebaiknya dilakukan di lapangan terbuka
• Disunatkan makan/minum sekedarnya menjelang pergi ke tempat solat. (Kebalikan dari Ied Adha: menahan makan sampai turun khatib dari khutbah)
• Disunatkan pergi dan pulang dari solat Ied menempuh jalan yang berbeda
• Tak ada solat sunnat yang mendahului atau yang mengiringi solat Ied.
• Bagi mereka yang mengerjakan solat Ied di lapangan baginya tidak ada solat sunnat Tahiyatul Masjid.
Bacaan setiap sesudah takbir

Subhaanallaah wal hamdulillaahi wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar. ("Maha suci Allah dan segala puji bagi Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah itu Maha Besar")

Sunnat memperbanyak lafaz takbir pada malam dan sepanjang Hari Raya Fitri. Pada Ied Adha, lafaz takbir hanya dikumandangkan pada malam dan paginya menjelang usai khutbah. Waktu-waktu berikutnya
dilakukan pada kesempatan solat fardhu termasuk pada hari-hari Tasyriq. Lafazh berbunyi:

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar allaahu akbar walillaahil hamd. Allahu akbar kabiira walhamdulillahi katsiira wa subhaanallaahi bukratan wa ashiila. Laa ilaaha illallaahu wahdah, shadaqa wa'dah, wanashara 'abdah, wa hazamal ahzaaba wahdah. Laa ilaaha illallaahu walaa na'budu illa iyyaahu mukhlishiina lahuddiina walau karihal kaafiruun.

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi Allah segala puji, Allah Maha Besar, Maha Agung, dan segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya, dan Maha Suci Allah pagi dan petang, tidak ada Tuhan selain Allah sendiri saja, Maha Benar Janji-Nya, Maha Penolong akan hamba-Nya, dan menghalau pasukan-pasukan musuh sendiri-Nya saja. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya saja, mengikhlaskan agama bagi-Nya sekalipun tidak disukai orang-orang
kafir ".

Bagi mereka yang terlambat tiba di tempat solat dan mendapati imam sedang solat, ia jangan berbalik pulang, tetapi bergabunglah dan ikutilah, kemudian tambahilah sebanyak rakaat yang tertinggal.
Apabila mereka mendapati jamaah telah selesai solat, maka kerjakanlah solat Ied sebanyak dua rakaat; jangan ragu, jangan malu dan kerjakanlah hingga selesai. Bila selesai solat Ied duduklah dan dengarlah khutbah dengan khidmat.

Disunnatkan mendengar khutbah dengan khidmat dan jangan meninggalkan lapangan sebelum khatib turun dari mimbar, kecuali kerana hal-hal yang sangat memaksa. Bagi kaum wanita yang dalam keadaan haid, mereka dianjurkan ikut ke lapangan, ambil tempat di bagian pinggir, lalu mendengar khutbah, demi syiarnya Islam.

Bacaan setiap sesudah takbir berbunyi:

"Subhaanallaah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar" ("Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar.")
Solat Sunnat Hajat
Solat hajat dilakukan untuk memperkuat cita-cita seseorang atau sekelompok orang. Solat hajat boleh dikerjakan siang maupun malam hari. Malam hari, waktu tengah malam, suasana lebih berkesan, lebih khusyu, sunyi dari segala hingar bingar kehidupan. Ia boleh juga dikerjakan siang hari, istimewa bagi seseorang yang memang sedang memerlukan bantuan .

Solat hajat boleh dikerjakan dua rakaat dan boleh pula lebih. Pada halaman ini akan ditampilkan solat hajat yang berjumlah 12 rakaat.

Tersebut dalam buku Tuhfatudz Dzaakirin karangan Imam Al Ghazali, bahwa Rasulullah s.a.w. menerangkan :
"Engkau solatlah dua belas rakaat siang atau malam, dan setiap dua rakaat bacalah Tasyahud (Tahiyat dengan dua kalimah syahadat). Ketika engkau duduk yang terakhir dalam solat itu panjatkanlah puja puji kepada Allah Ta'ala, lalau salawat kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan kemudian bacalah takbir lalu sujud. Di dalam sujud itu bacalah olehmu: Surah Al Fatihah 7 kali, Ayat Al Kursi 7 kali, Surah Al Ikhlas 7 kali, dan lanjutkanlah dengan tahlil 10 kali.

Lafazh tahlil tersebut ialah:

Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku walahul hamdu yuhyii wa yumiitu wa huwa alaa kulli syai-in qadiir

"Tidak ada Tuhan selain Allah sendiri-Nya saja, tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nya lah kekuasaan dan miliknya segala puji. Dia yang menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala-galanya"

Setelah itu lanjutkan dengan membaca doa berikut ini:

Allaahumma innii as aluka bima aaqidil azzi min arsyika wa muntahar rahmati min kitaabika, wasmikal a'zhami, wajaddikal a'laa, wa kalimaatikat tammah.

"Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kedudukan yang amat tinggi, rahmat serta anugerah yang tiada henti-hentinya dari ketentuan-Mu, dan dengan nama-Mu yang Maha Agung, dan kebesaran-Mu yang amat tinggi, serta firman-Mu yang Maha Sempurna.

Setelah selesai membaca doa, bermohonlah kehadirat-Nya segala sesuatu yang engkau kehendaki; baik kebajikan dunia maupun kebajikan akhirat.

Kemudian duduk kembali dan mengucapkan salam.
Solat Sunnat Gerhana
Kita mengenal gerhana matahari dan gerhana bulan. Zaman Rasulullah s.a.w., pernah terjadi gerhana matahari dan bertepatan dengan kematian putera beliau, Ibrahim. Masyarakat berkomentar dan menghubungkan gerhana tersebut dengan kematian putera tercinta Rasulullah s.a.w. Kerana pendapat yang keliru itu akan membawa kesyirikan, maka Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya matahari dan bulan itu kedua-duanya adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Tidaklah terjadi gerhana karena matinya seseorang dan tidak pula kerana lahirnya. Apabila kamu telah menyaksikannya maka berdoalah kepada Allah dan solatlah kamu hingga cuaca telah terang kembali."
Cara Solat Gerhana

Ada beberapa cara mengerjakan solat gerhana pengamalan zaman Nabi Muhammad s.a.w.:

1. Dikerjakan dengan 2 rakaat sebagaimana solat sunnat biasa

2. Dikerjakan 2 rakaat, yang pada setiap rakaat ruku'nya dilakukan dua kali, yaitu sesudah membaca Al Fatihah dan surah, lalu ruku. Bangun i'tidal, lalu membaca Al Fatihah dan surah lalu ruku yang kedua. Kemudian i'tidal lagi dengan tu'maninah barulah melakukan sujud yang pertama, duduk antara dua sujud, lalu sujud yang kedua, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kedua. Pada rakaat yang kedua ini, ruku dilakukan dua kali seperti pada rakaat yang pertama. Kemudian diakhiri dengan tahiyat.

Solat gerhana dapat dikerjakan secara berjamaah. Sebaiknya setelah solat dilakukan khutbah seperti pada solat hari raya. Isinya diarahkan kepada hal-hal yang bermanfaat, seperti anjuran taubat, sedekah, persatuan, amar ma'ruf nahi munkar; dan jangan lupakan keterangan tentang gerhana itu sendiri.

"Abdullah bin Amr bin Ash r.a. berkata; "Ketika terjadi gerhana di masa Nabi Muhammad s.a.w maka diserukan: "Ash-shalaatu jaami'ah (tegakkanlah solat berjamaah)". Kemudian (di dalam solat) Nabi Muhammad s.a.w. ruku dua kali dalam satu rakaat. Pada rakaat kedua Nabi Muhammad s.a.w ruku dua kali pula. Kemudian duduk dan selesai. Matahari sudah terang kembali. Siti Aisyah berkata: "Belum pernah saya sujud lama, seperti lamanya sujud solat gerhana itu". (Hr Bukhari dan Muslim).

3. Dikerjakan dengan dua rakaat, tetapi pada tipa-tiap rakaat dilakukan 3 kali ruku dan 2 kali sujud.

4. Dikerjakan 2 rakaat, tetapi tiap-tiap rakaatnya dilakukan 4 kali ruku dan 2 kali sujud.

Gerhana Penuh

Gerhana itu ada yang penuh , ada yang separuh, dan ada yang hanya sedikit saja. Untuk orang yang mengerti tentang susunan bintang atau ilmu falak, kejadian gerhana sangat mudah dipahami secara ilmiah dan iman.
Bacaan-bacaan Sesudah Solat
Perlu diketahui bahawa semua bacaan (dzikir dan do'a) sesudah solat, hukumnya adalah sunat yang dianjurkan (sunnat muakkad), bukan wajib.
Bacaan dzikir dan doa tersebut antara lain:
1. Astaghfirullaahal 'azhiim (3x)
Saya mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung
2. Allaahumma antas salaam, wa minkas salaam, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam
Ya Allah, Engkau Maha Sejahtera, dan dari-Mu lah kesejahteraan, Maha Berkat Engkau ya Allah, yang memiliki kemegahan dan kemuliaan
3. Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa 'alaa kulli syain qadiir
Tidak ada Tuhan selain Allah saja, Dia Sendiri-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya lah kerajaan dan pujian dan Dia berkuasa atas segala-Nya.
4. Allaahumma laa maani'a limaa a'thaita walaa mu'thiya limaa mana 'ta walaa yanfa'u dzal jaddi minkal jaddu
Ya Allah, tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi pemberian-Mu, dan tak ada pula sesuatu yang dapat memberi apa-apa yang Engkau larang, dan tak ada manfaat kekayaan bagi yang mempunyai, kebesaran bagi yang dimilikinya, kecuali kekayaan dan kebesaran yang datang bersama ridha-Mu
5. Membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil, yaitu:
Subhaanalaah (33x) "Maha Suci Allah"
Alhamdulillaah (33x) "Maha terpuji Allah"
Allaahu Akbar (33x) "Allah Maha Besar"
La ilaaha illallaahu wahdaahu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa 'alaa kulli syain qadiir (1x)
Tidak ada Tuhan selain Allah, sendiri-Nya; tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah kerajaan dan pujian. Dia Maha Kuasa atas segala-galanya.
6. Surah Al Ikhlas dan surah Al Mu'awwidzatain (yaitu surah Al Falaq dan An-Nas)
a. Surah Al Ikhlash:
Qul huwallaahu ahad ("Katakanlah : Allah itu Esa!")
Allaahush shamad ("Allah tempat meminta")
Lam yalid walam yualad ("Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan")
Wa lam yakun lahu kufuwan ahad ("Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya")
b. Surat Al Falaq
c. Surah An Nas
7. Ayatul Kursiy (Surah Al Baqarah 255)
Allaahu la ilaaha illa huwal hayyul Qayyum, la ta 'khudzuhu sinatun walaa naumun lahu maa fissamaawaati wama fil ardhi, man dzal ladziiyasy fa 'u 'indahu illaa biidznih, ya 'lamu maa baina aydiihim wa maa khalfahum, walaayuhiithuuna bisyai-in min'ilhimi illaa bimaa syaa-a, wasi'a kursiyuhus samaawaati wal ardhi, walaa yauuduhu hifzuhumaa wa huwal'aliyuul 'azhiim.
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tertidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kerajaan Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Dzikir-dzikir tersebut di atas boleh biasa digunakan setelah melakukan sOlat fardhu, atau dipilih beberapa diantaranya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Atau, boleh juga dzikir-dzikir yang lain, asalkan sesuai dengan malan Rasulullah SAW.
8. Do'a-do'a Sesudah SOlat
a. Allaahumma innii as-alukal jannah, Allahumma ajirnii minannaar (7x)
(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surga kepada-Mu, ya Allah, bebaskan aku dari siksa neraka.)
b. Allaahumma ashlih lii diiniyallati huwa 'ishamatu amrii, wa ashlih lii dunyayallatii ja'alta fiihaa ma'assyii
(Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang menjadi pegangan urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang padanya Engkau jadikan penghidupanku.)
c. Allaahumma 'aafinii fii badanii, Allaahumma 'aafinii fii sam'ii, Allaahumma 'aafinii fii basharii, Allaahumma innii a'uudzu bika minal kufri wal faqri, Allaahumma innii a'uudzu bika min 'adzaabil qabri, laa ilaaha illaa anta.
(Ya Allah, afiatkanlah badanku. Ya Allah, 'afiatkanlah pendengaranku. Ya Allah, 'afiatkanlah penglihatanku. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kekafiran dan kefakiran. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari siksa kubur, tidak ada Tuhan selain Engkau.)
d. Allaahumma inni a'uudzu bika minal bukhli, wa a'uudzu bika minal jubni, wa a'uudzu bika min an uradda ilaa ardzalil 'umur, wa a'uudzu bika min fitnatid dunya, wa a'uudzu bika min 'adzaa bil qabri.
(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan. Aku berlindung kepada-Mu dari seburuk-buruk usia. Aku berlindung kepada-Mu dari bencana dunia. Dan aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur.)
e. Allaahummaghfirli dzunuubii wa khathaayaayaa kullaahaa. Allaahumma 'isynii, wajburnii, wahdinii liahsanil a'maali wal akhlaaqi, innahu laa yahdi li ahsanihaa illa anta, washrif 'annii sayyi-ahaa innahu laa yashrifu sayyiahaa illa anta.
(Ya Allah, ampunilah segala dosa dan kesalahanku. Ya Allah, segarkanlah badanku, cukupilah aku, dan tuntunlah aku sebaik-baik amal dan akhlak, sesungguhnya tidak ada yang dapat menuntun kepada yang terbaik melainkan hanya Engkau, dan hindarkanlah aku dari seburuk-buruk amal, kerana sesungguhnya tidak ada yang dapat menghindarkanku dari seburuk-buruknya melainkan hanya Engkau.)
f. Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii 'alaa diinika
(Ya Allah yang membolak-balikkan hati, mantapkanlah hatiku dalam memeluk agama-Mu.)
Doa-doa di atas boleh dibaca semuanya sesudah solat, atau dipilih di antara doa yang disukai dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Boleh juga membaca doa-doa yang lain, tentunya doa yang terbaik ialah yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. atau dari para Nabi Allah yang lain.
Bila ada keperluan dengan suatu hajat kepada Allah s.w.t. dan anda tidak mengerti doa aslinya, maka tidak ada salahnya berdoa dengan bahasa yang difahami sendiri.
Sebaiknya setiap berdoa jangan meninggalkan kesempatan buat mendoakan ibu dan bapa kita sebagai orang tua yang patut dihormati:
Rabbighfirlii wa liwaalidayyaa warhamnii warhamhumaakamaa rabbayaanii shaghiira.
(Oh Tuhan, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, kasihanilah aku dan sayangilah keduanya sebagaimana mereka mengasihiku diwaktu kecil.)
Dianjurkan pula memintakan ampun bagi para sahabat, kaum keluarga serta kaum muslimin dan muslimat, khususnya orang-orang yang pernah berbuat baik kepada kita.
Lebih lanjut, Nabi Muhammad s.a.w. menganjurkan supaya kita membaca doa sesudah tahiyyat, sebelum salam, yang berbunyi:
Allaahummaghfirlii maa qaddamtu wama akhkharartu wa anta'alamu bihi minnii, antal muqaadimu wa antal muakhkhiru, laa ilaaha illaa anta.
(Ya Allah, ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, dan apa-apa yang aku rahsiakan dan yang aku nyatakan. Engkau lebih mengetahuinya daripadaku. Engkaulah yang terdahulu dan Engkaulah yang terakhir, tiada Tuhan selain Engkau.)
Dianjurkan sebagaimana diajarkan Rasulullah s.a.w. kepada Abdullah bin Mas'ud, supaya sesudah tahiyyat dan sebelum salam meminta kebajikan dunia dan akhirat.



Fardhu dan Sunnah Solat
Membedakan antara Perbuatan Fardhu dan Sunnah Shalat
Semua hal yang telah disebutkan senelum ini mencakup hal-hal yang fardhu (diwajibkan), sunnah (yang dianjurkan), adab dan hai-at (kesempurnaan bentuk). Orang yang ingin melintasi jalan akhirat (dengan aman dan benar) selayaknya memperhatikan itu semua.
Rukun-rukun shalat (Fardhu Solat)
1. Niat
2. Takbir
3. Berdiri
4. Membaca Al Fatihah
5. Menunduk dalam ruku', sehingga kedua telapak tangan mengentuh dua lutut.
6. Bertuma'ninah pada waktu ruku' dan sujud.Tumakninah ialah berhenti sejenak sehingga seluruh anggota tubuh menjadi tenang dan mantap sebelum melakukan gerakan berikutnya.
7. I'tidal (tegak kembali setelah ruku')
8. Sujud (dengan tuma'ninah)
9. Duduk kembali setelah sujud
10. Duduk untuk tasyahud akhir.
11. Membaca salawat untuk Nabi Muhammad s.a.w.
12. Salam yang pertama.
Adapun niat keluar dari solat (pada waktu telah selesai), tidaklah wajib. Demikian pula segala sesuatu, selain yang tersebut di atas, tidak wajib dikerjakan, tetapi hanya berupa sunnah serta hai-at.
Hal-hal yang Disunnahkan
Dikatakan sunnat atau sunnah, kerana ia baik untuk dikerjakan seperti teladan yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w. Bila hal tersebut tidak dikerjakan (ada halangan atau sengaja ditinggalkan), maka tidak akan berdosa atau membatalkan solatnya.
a. Sunnah-sunnah yang berupa perbuatan atau gerakan
1. Mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul Ihram
2. Melipat kedua belah tangan ke dada dengan meletakkan tangan kanan di atas yang kiri ketika berdiri membaca Al Fatihah.
3. Ketika bergerak untuk ruku, dan
4 Ketika berdiri kembali setelah ruku.
5. Meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut ketika ruku.
6. Duduk untuk tasyahud pertama.
Adapun perincian cara membuka jari tangan dan batas mengangkatnya, semuanya itu termasuk hai-at (kesempurnaan bentu) yang bertalian dengan sunnah tersebut, yakni pada saat takbiratul ihram, ruku dan i'tidal. Demikian pula, cara duduk dalam tasyahud pertama dan terakhir (seperti telah diterangkan sebelum ini) adalah hai-at, bertalian dengan duduk dalam solat. Menundukkan kepala dan tidak mendongak ke kanan ke kiri termasuk hai-at, bertalian dengan fardhu berdiri dalam salat. Akan tetapi duduk istirahat (antara dua sujud), menurut Al Gazhali dalam buku "Rahsia-rahsia Solat" yang menjadi rujukan tulisan ini, tidak termasuk ke dalam pokok-pokok sunnah dan perbuatan-perbuatan solat. Sebab, duduk istirahat tersebut hanya merupakan semacam pelengkap dalam berpindah dari sujud ke berdiri. Kerana itu, tidak disebutkan secara khusus dalam pokok-pokok sunnah.
b. Sunnah-sunnah yang berupa bacaan dan doa
1. Membaca Doa iftitah (Yaitu do'a sesudah takbiratul ihram, sebelum membaca Al Fatihah).
2. Membaca Ta'awwudz (a'uudu billaahi minasy syaithaanir rajiim, sebelum membaca Al Fatihah).
3.Mengucapkan amiin selesai membaca Al Fatihah.
4. Membaca surah-surah atau ayat-ayat dari Al Quran sesudah Al Fatihah. Selain itu, mengeraskan bacaan Al Fatihah dan ayat-ayat atau surah-surah pada rakaat pertama dan kedua pada shalat Maghrib, Isya, Subuh dan Solat Jum'at (termasuk sunat muakkad) juga merupakan sunnah.
5. Mengucapkan takbir-takbir perpindahan (dari satu rukun shalat ke rukun shalat lainnya). Yaitu "Allahu Akbar" ketika akan berpindah gerakan atau sikap dalam shalat, kecuali ketika bangun dari ruku,.
6. Membaca tasbih dalam ruku' dan sujud, serta doa i'tidal dari ruku dan sujud.
7. Membaca tasyahud pertama.
8. Membaca salawat untuk Nabi Muhammad s.a.w. pada tasyahud pertama.
9. Membaca doa setelah tasyahud akhir
10. Membaca salawat Ibrahimiyah pada tahiyyat akhir. Yaitu
11. Salam yang kedua.
Sujud Sahwi
Semua yang tersebut di atas, kendati dihimpun ke dalam istilah "sunnah", namun, masing-masing memiliki tingkatan yang berbeza, mengingat empat diantaranya, bila tidak dikerjakan kerana lupa, boleh diganti dengan sujud sahwi. Sujud sahwi artinya sujud kerana terlupa mengerjakan sesuatu yang sunnah atau hal yang salah lainnya tanpa sengaja. Umpamanya lupa mengerjakan tahiyyat awal, lupa membaca ayat atau surat pada rakaat pertama atau kedua, lupa tentang bilangan solat dan sebagainya. Menurut Al Gazhali, empat hal yang dapat digantikan dengan melakukan sujud sahwi tersebut yaitu satu di antaranya termasuk perbuatan dan tiga lainnya termasuk bacaan.
Yang termasuk perbuatan ialah duduk (setelah dua kali sujud pada rakaat kedua solat Zhuhur, Asar, Maghrib dan Isya') untuk membaca tasyahud. Duduk seperti ini berpengaruh pada susunan bentuk solat bagi siapa yang menyaksikannya. Sebab, dengan itu, dapat diketahui apakah solat tersebut ruba'iyyah (terdiri atas empat rakaat) atau bukan. Tidak seperti sunnah mengangkat tangan ketika takbir, misalnya, sebab hal itu tidak mempengaruhi susunan bentuk solat. Itu pula sebabnya, sunnah ini (yakni duduk untuk tasyahud pertama) disebut ba'dh (kata tunggal dari ab'adh) yang bererti bagian. Apabila seseorang tidak mengerjakan ab'adh, dianjurkan dengan sangat agar ia menggantinya dengan sujud sahwi.
Adapun bacaan-bacaan sunnah dalam solat, semuanya tidak digantikan dengan sujud sahwi, kecuali tiga (yaitu yang termasuk ab'adh):
1. Qunut
2. Bacaan tasyahud pertama
3. Salawat untuk Nabi Muhammad s.a.w. pada tasyahud pertama.
Tidak termasuk di dalamnya takbir-takbir perpindahan (dari satu ruku ke ruku lainnya), bacaan-bacaan dalam ruku, sujud dan i'tidal dari kedua-duanya. Hal ini disebabkan ruku dan sujud adalah gerakan yang memiliki bentuk khas, berbeda dengan gerakan-gerakan biasa. Dengan mengerjakannya, dapat diperoleh makna ibadah, walaupun tanpa membaca zikir apa pun dan tanpa takbir-takbir perpindahan. Tanpa zikir-zikir itu pun, bentuk ibadah shalat - dengan melakukan gerakan ruku' dan sujud - tetap tidak akan batal atau hilang. Lain halnya dengan duduk untuk bertasyahud pertama. Ia tadinya merupakan gerakan biasa (yakni, yang juga dilakukan di luar solat). Tetapi, kini, sengaja diperpanjang untuk diisi dengan bacaan tasyahud. Maka, meninggalkannya akan menimbulkan perubahan cukup besar dalam susunan bentuk solat.
Sebaliknya, meninggalkan bacaan doa istiftah, atau pun surah, tidak menimbulkan perubahan, mengingat bahawa rukun berdiri dalam solat telah cukup diisi dengan bacaan Al Fatihah, sehingga dapat dibezakan dengan berdiri secara biasa. Dengan alasan itu pula, bacaan doa setelah tasyahud terakhir tidak digantikan dengan sujud sahwi.
Bacaan qunut pun, pada dasarnya, tidak layak digantikan dengan sujud sahwi, namun, disyariatkannya perpanjangan ruku i'tidal, pada solat Subuh, adalah semata-mata untuk diisi dengan bacaan do'a qunut itu. Maka, sama halnya seperti rukun duduk untuk tasyahud pertama. Ia adalah perpanjangan dari duduk istirahat, guna diisi dengan bacaan tasyahud.
Cara melakukan Sujud Sahwi
Sujud sahwi dilakukan pada penghujung rakaat yang terakhir, yaitu sesudah tahiyyat dan sebelum salam. Bersujud sambil mengucapkan "Allaahu Akbar" dan dalam sujud membaca:
Subhaanalladzi laa yanaamu walaa yansaa (3x)
"Maha suci Allah yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa"
Bila yang terlupakan itu salah satu rukun soalat, yang tidak bisa dibetulkan seketika, maka solatnya tidak sah, dan solatnya harus diulang kembali. Tetapi bila yang terlupakan itu rakaat, misalnya solat Isya yang mestinya 4 rakaat , hanya 3 rakaat, maka sesudah memberi salam, tanpa diselingi dengan atau perbuatan lain, segeralah ia berdiri dan tambahlah rakaat yang tertinggal itu. Rakaat tersebut tetap diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, kemudian anda lengkapi dengan sujud sahwi.
Bila di dalam solat timbul keraguan tentang jumlah rakaat maka ambillah jumlah rakaat yang sedikit lalu yakinlah dengan itu (Misalnya bila kita lupa apakah sudah empat rakaat atau baru tiga rakaat, maka ambilah keputusan bahawa itu rakaat yang ketiga. Lalu lanjutkan solat dan tambahkan yang kurang).
Terlupa Mengerjakan Solat
Bila seseorang terlupa mengerjakan solat, baik kerana tertidur atau kerana lain hal, maka hendaklah ia segera mengerjakannya seketika tersedar. Misalnya, kerana ketiduran, sehingga waktu solat subuh sudah habis. Maka ketika ia terbangun, segeralah berwudhu dan tunaikanlah solat subuhnya. Solat tersebut bukan qadha (membayar hutang), tetapi solat dengan sesungguhnya. Allah s.w.t. akan memaafkan kerana ia terlupa. Begitu pula bila peristiwa serupa lainnya terjadi secara tidak sengaja.
Sujud Tilawah
Sujud Tilawah dapat dilakukan apabila seseorang membaca ayat Al Qur'an dan tiba pada tempat-tempat yang dianjurkan bersujud, baik dalam solat atau diluar solat. Dalam sujud dianjurkan membaca:
Sajada wajhiya lilladzi khalaqahu wasyaqqa sam'ahu wabasharahu bihawlihi waquwwatihi.
"Aku bersujud kepada Allah yang menciptakannya, memberikan pendengaran dan penglihatan dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya".
Bila sujud tilawah dilakukan di luar solat, pembaca ayat yang ditentukan melakukan sujud Tilawah, maka pendengar (menyaksikan) dianjurkan ikut bersujud; bila mereka tidak ikut bersujud, maka tidak akan berdosa baginya.
Bila dalam solat berjamaah dan Imam bersujud Tilawah, maka makmum wajib ikut bersujud, bila makmum tidak bersujud, maka gugurlah kedudukan sebagai anggota solat berjamaah.